Jumat, 26 April 2013

makalah airway breating



BAB I
PENDAHULUIAN

A.    LATAR BELAKANG
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.

B.     TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu Airway Breathing Management.
2.      Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan:
a.       Pengelolaan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Menggunakan Alat
b.      Tindakan Pembebasan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Tanpa Menggunakan Alat
c.       Mengeluarkan benda asing pada saluran nafas
d.      Penatalaksanaan Gangguan Ventilasi
e.       Foreign Body Airway Obstruction (FBAO) / Sumbatan Karena Benda Asing pada Jalan Nafas
f.       Pengelolaan Fungsi Pernafasan (Breathing Management) dengan Pernafasan Buatan

C.    SISTEMATIKA PENULISAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I   PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
B.  Tujuan Umum dan khusus
C.  Sistematika penulisan

BAB II.  AIRWAY BREATHING MANAGEMENT
A.    Anatomi Sistem Pernafasan
B.     Jalan Nafas (Airway)
C.     Pengelolaan Jalan Nafas  dengan Alat
D.    Tindakan Pembebasan Jalan Nafas dengan Tanpa Alat
E.     Pernafasan (Breathing)
F.      Penatalaksanaan Gangguan Ventilasi
G.    Foreign Body Airway Obstruction (FBAO) / Sumbatan Karena Benda Asing pada Jalan Nafas
H.    Pengelolaan Fungsi Pernafasan (Breathing Management) dengan Pernafasan Buatan

BAB III.  PENUTUP
                          A. Kesimpulan
                         B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

AIRWAY BREATHING MANAGEMENT


A.    ANATOMI SISTEM PERNAPASAN

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Saluran pernapasan terbagi atas beberapa bagian yaitu:
1.      Saluran Nafas Bagian Atas
a.       Rongga hidung
Merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi (terdiri dari: Psedostrafied ciliated columnar epithelium) yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke:
b.      Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).
c.       Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah).
d.      Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan).
Normalnya, manusia akan berusaha bernapas melalui hidung, dan pada keadaan tertentu akan bernapas melalui mulut. Udara yang masuk akan mengalami proses penghangatan dan pelembapan. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan terjatuh kebelakang rongga mulut. hal ini dapat menyebabkan gangguan pada airway. Lidah pada bayi lebih besar secara relatif sehingga lebih mudah menyumbat airway.

2.      Saluran Nafas Bagian Bawah
a.       Laring: Terdiri dari Tulang rawan krikoid, Selaput/pita suara, Epilotis, Glotis.
b.      Trakhea: Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus. Pada bayi, trakea berukuran lebih kecil, sehingga tindakan mendongakan kepala secara berlebihan (hiperekstensi) akan menyebabkan sumbatan pada airway.
c.       Bronkhi: Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi: lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior daninferior
d.      Epiglotis: Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran kecil yang dinamakan epiglotis. Normalnya, epiglotis menutup laring pada saat makanan atau minuman masuk melalui mulut, sehingga akan diteruskan ke esofagus. Tetapi, pada keadaan tertentu seperti trauma atau penyakit, refleks ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga dapat terjadi masuknya benda padat atau cair ke laring yang dapat mengakibatkan tersedak.

3.      Alveoli
Terdiri dari: membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar:
a.       Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
b.      Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant.
c.       Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel
d.      Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh: endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas: Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli « membran dasar « endotel kapiler « plasma « eitrosit. Membran « sitoplasma eritrosit « molekul hemoglobin. Surfactant: Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.

4.      Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.

5.      Bronkus dan paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik .Pada alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.

6.      Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh:
a.       Otot-otot interkostalis
b.      Otot -otot pektoralis mayor dan minor
c.       Otot- otot trapezius
d.      Otot-otot seratus anterior/posterior
e.       Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
f.       Kedua hemi diafragma.
Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.

B.     JALAN NAPAS (AIRWAY)
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Sehingga Penilaian jalan napas (Airway) pada korban yang pertama kali adalah:
1.      Mendengarkan apakah ada suara nafas tambahan?
2.      Apakah jalan nafas terbuka
3.      Lindungi C-spin

Tanda-tanda sumbatan pada jalan nafas yaitu:
1.      Bagian atas
a.       Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke belakang.
b.      Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan atau darah.
c.       Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa bengkak ataupun jalan nafanya menjadi kasar.
2.      Bagian bawah
a.       Rales
b.      Wheezing: seperti suara biola dimana mengalami penyempitan di bronkusnya.
c.       Stridor

C.    PENGELOLAAN JALAN NAFAS DENGAN ALAT
1.      Oropharyngeal Tube
Ada yang menyebutnya sebagai oropharingeal airway, ada yang menyebutnya mayo tube, atau ada juga yang menyebutnya dengan istilah gudel.
a.      Pengertian
Memasang oropharingeal tube adalah suatu tindakan pemenuhan kebutuhan oksigen dengan membebaskan jalan nafas melalui pemasangan oropharingeal tube melalui rongga mulut ke dalam pharing.
b.      Tujuan
1)      Membebaskan jalan nafas
2)      Mencegah lidah jatuh atau melekat pada dinding posterior pharing
3)      Memudahkan penghisapan lendir
c.       Langkah-langkah Pelaksanaan
1)      Persiapan pasien dan keluarga
a)      Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
b)      Menjelaskan prosedur tindakan termasuk selama pemasangan oropharing tube pasien tidak diperbolehkan makan dan minum
c)      Memberikan posisi sesuai kebutuhan
2)      Alat-alat
a)      Oropharingeal tube sesuai kebutuhan
b)      Kassa steril 2 buah
c)      Plester dan gunting
d)     Nierbekken
e)      Spatel lidah
f)       Handschoen
3)      Lingkungan
Menjaga privacy pasien.
4)      Perawat
a)      Mencuci tangan
b)      Menilai keadaan umum pasien
c)      Mengukur tanda-tanda vital
d)     Mengobservasi pola nafas
5)      Pelaksanaan
a)      Perawat memakai handschoen
b)      Membuka mulut pasien, tahan lidah dengan menggunakan tongue spatel
c)      Bersihkan mulut dengan kassa steril
d)     Masukkan oropharing tube melalui rongga mulut dengan ujung mengarah ke palatum, setelah masuk dinding belakang pharing lalu putar oropharingeal tube 180º sampai posisi ujung mengarah ke oropharing
e)      Lakukan fiksasi dipangkal oropharing tube dengan plester tanpa menutup lubang oropharing tube
f)       Berikan posisi yang nyaman
g)      Rapikan pasien dan alat-alat
h)      Buka handschoen dan cuci tangan
i)        Membuat catatan keperawatan meliputi:
·         Keadaan umum pasien
·         Tindakan dan hasil setelah dilakukan
·         Tanda-tanda vital
·         Pola nafas
CATATAN:
1)      Oropharingeal tube tidak boleh dipasang pada pasien sadar.
2)      Oropharingeal tube dipasang pada pasien yang tidak sadar atau pada pasien dengan penurunan kesadaran.
3)      Pada pasien yang dilakukan pemasangan oropharing tube harus dilakukan oral hygiene.
4)      Ukuran oropharingeal: disesuaikan dengan mengukur panjang oropharingeal dari mulut ke mandibula atau sesuai ukuran:
a)      Kode 00 untuk bayi kecil/premature.
b)      Kode 0 untuk bayi.
c)      No. 1 untuk anak usia 1-3 tahun.
d)     No. 2 untuk anak usia 3-8 tahun.
e)      No. 3 untuk usia 8 tahun.
f)       No. 4 dan 5 untuk dewasa.

                      
          Gambar Oropharingeal Tub        Gambar  Pemasangan Oropharingeal Tube   
2.      Suctioning
a.      Pengertian
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. ( Ignativicius, 1999).

b.      Indikasi
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya secret yang menyumbat jalan nafas, ditandai dengan:
1)      Terdengar adanya suara pada jalan nafas.
2)      Hasil auskultasi : ditemukan suara crackels atau ronkhi.
3)      Kelelahan.
4)      Nadi dan laju pernafasan meningkat.
5)      Ditemukannya mukus pada alat bantu nafas.
6)      Permintaan dari klien sendiri untuk disuction.
7)      Meningkanya peak airway pressure pada mesin ventilator
c.       Prosedur
Hudak (1997) menyatakan persiapan alat scara umum untuk tindakan penghisapan adalah sebagai berikut:
1)      Kateter suction steril yang atraumatik
2)      Sarung tangan
3)      Tempat steril untuk irigasi
4)      Spuit berisi cairan NaCl steril untuk irigasi trachea jika diindikasikan
(Ignativicius, 1999) menuliskan langkah-langkah dalam melakukan tindakan penghisapan adalah sebagai berikut:
1)      Kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan penghisapan. (usahakan tidak rutin melakukan penghisapan karena menyebabkankerusakan mukosa, perdarahan, dan bronkospasme)
2)      Lakukan cuci tangan, gunakan alat pelindung diri dari kemungkinan terjadinya penularan penyakit melalui secret
3)      Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan dirasakan selama penghisapan seperti nafas pendek, , batuk, dan rasa tidak nyaman
4)      Check mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction pada level 80-120 mmHg untuk menghindari hipoksia dan trauma mukosa
5)      Siapkan tempat yang steril
6)      Lakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 30 detik sampai 3 menit untuk mencegah terjadinya hipoksemia
7)      Secara cepat dan gentle masukkan kateter, jangan lakukan suction saat kateter sedang dimasukkan
8)      Tarik kateter 1-2 cm, dan mulai lakukan suction. Lakukan suction secara intermitten, tarik kateter sambil menghisap dengan cara memutar. Jangan pernah melakukan suction lebih dari 10=15 “
9)      Hiperoksigenasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan SaO2 pasien normal
10)  Ulangi prosedur bila diperlukan (maksimal 3 x suction dalam 1 waktu)
11)  Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika diperlukan, lakukan juga mouth care setelah tindakan suction pada mulut
12)  Catat tindakan dalan dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik Sputum (jumlah, warna, konsistensi, bau, adanya darah) dan respon pasien.
Gambar Suction

3.      Intubasi Endotracheal (ETT)
a.      Pengertian
ETT adalah tindakan untuk memasukan pipa endotracheal ke dalam trachea, yang biasa digunakan sebagai pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and mask dan lain sebagainya.
b.      Tujuan
1)      Pembebasan jalan nafas
2)      Pemberian nafas buatan dengan bag and mask
3)      Pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator)
4)      Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat
5)      Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang dikembangkan
6)      Mencegah distensi lambung
7)      Pemberian oksigen dosis tinggi
c.       Indikasi
1)      Ada obstruksi jalan nafas bagian atas
2)      Pasien yang memerlukan bantuan nafas dengan respirator
3)      Pemberian anestesi
4)      Terdapat banyak sputum (pasien tidak dapat mengeluarkan sendiri)
d.      Jenis Intubasi
1)      Intubasi oral
2)      Intubasi nasal
e.       Keuntungan dan kerugian intubasi nasal dan oral
1)      Intubasi Nasal
                        Keuntungan
a)      Pasien merasa lebih enak / nyaman
b)      Lebih mudah dilakukan pada pasien sadar
c)      Tidak akan tergigit
Kerugian
a)      Pipa ETT yang digunakan lebih kecil
b)      Penghisapan sekret lebih sulit
c)      Dapat terjadi kerusakan jaringan dan perdarahan
d)     Lebih sering terjadi infeksi (sinusitis)
2)      Intubasi Oral
                        Keuntungan
a)      Lebih mudah dilakukan
b)      Bisa dilakukan dengan cepat pada pasien emergency
c)      Resiko terjadinya trauma jalan nafas lebih kecil
                        Kerugian
a)      Tergigit
b)      Lebih sulit dilakukan oral hygiene
c)      Tidak nyaman
                        Faktor faktor penyulit
a)      Leher pendek
b)      Fraktur cervical
c)      Rahang bawah kecil
d)     Trismus
e)      Ada massa di pharing dan laring
f.       Persiapan Pasien, Alat-Alat dan Obat-Obatan
1)      Persiapan Pasien
a)      Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
b)      Mintakan persetujuan keluarga / informed consent
c)      Berikan suport mental.
d)     Sudah terpasang infuse dan infuse menetes dengan lancar
e)      Hisap cairan / sisa makanan dari NG Tube
f)       Pasien memakai bantal setinggi10-12cm
2)      Persiapan Alat
a)      Sarung tangan
b)      O2,slang O2 dan BVM (bag valve mask)
c)      Laringoskop lengkap dengan blade sesuai ukuran pasien dan lampu harus menyala dengan terang
d)     Alat-alat suction (yakinkan berfungsi dengan baik)
e)      Xylocain jelly/ xylicain spray dan KY jelly
f)       ETT sesuai ukuran
g)      Dewasa laki-laki: 7; 7,5; 8.
h)      Dewasa wanita: 6,5 ; 7 ;7,5.
i)        Anak-anak: usia (dalam tahun) + 4 kemudian dibagi 4 
masukan dalam ETT lalu ujungnya dibentuk spt stick golf
à10. Stylet/mandrin ( ukuran 2/3 Ø ETT)
j)        Magil forcep
k)      Oropharyngeal tube/airway sesuai ukuran pasien
l)        Stetoskop
m)    Spuit 20cc untuk mengisi cuff
n)      Plester untuk fiksasi
o)      Gunting

3)      Persiapan Obat-obatan
Obat-obatan intubasi
Sedasi
a)      Penthotal 25mg/cc dosis 3-5 mg/ kg BB
b)      Dormicum 0,6 mg/kgBB
c)      Diprivan 1-2mg/kgBB
d)     Muscle relaxan
e)      Succinyl scolin 20mg/cc: 1-2mg/kgBB.
f)       Pavulon 0,15mg/kgBB
g)      Tracrium 0,5-0,6 mg / kgBB
h)      Norcuron 0,1 mg / kgBB
                        Obat-obat emergency:
a)      Sulfas atropine
b)      Ephedrine
c)      Adrenalin
d)     Lidokain 2%, dll
g.      Prosedur Pemasangan
1)      Mencuci tangan lalu memakai sarung tangan
2)      Posisi pasien terlentang
3)      Kepala diganjal bantal setinggi 12 cm
4)      Pilih ukuran pipa ETT yang akan digunakan
5)      Periksa balon pipa/ cuff ETT
6)      Pasang blade yang sesuai
7)      Oksigenasi dengan bag and mask / ambubag dengan O2 100% selama 5mnt agar pasien tidak hipoksia
8)      Masukan obat-obat sedasi dan muscle relaksan
9)      Pentotal secara titrasi
10)  Scolin dimasukan pelan-pelan sekali dosis
11)  Buka mulut dengan laryngoskop sampai terlihat epiglottis
12)  Dorong blade sampai pangkal epiglottis
13)  Lakukan penghisapan lendir bila banyak secret
14)  Anestesi daerah laryng dengan xylocain spray (bila kasus emergency tidak perlu dilakuka)
15)  Masukan ETT yang sebelumnya diberi jelly (lepas laryngoskop,tarik stylet lalu sambungkan ke ambubag,lalu pompa)
16)  Cek apakah ETT sudah benar posisinya
17)  Isi cuff/balon dengan udara sampai kebocoran tidak terdengar
18)  Dengarkan suara nafas,bandingkan kanan dan kiri
19)  Pasang oropharyngeal airway agar ETT tidak tergigit
20)  Lakukan fiksasi dengan plester
21)  Hubungkan ETT dengan ventilator
22)  K/p cek foto thorax
h.      Hal-hal yang Didokumentasikan
1)      Tanggal pemasangan,siapa yang memasang
2)      Nomor ETT/OTT
3)      Jumlah udara yang dimasukan pada balon
4)      Batas masuknya NTT/OTT
5)      Obat-obat yang diberikan
6)      Respon pasien / kesulitan yang terjadi
i.        Perawatan Intubasi
1)      Fiksasi harus baik
2)      Gunakan orophryngeal airway (mayo) pada pasien yang tidak kooperatif
3)      Hati-hati waktu mengganti posisi pasien
4)      Jaga kebersihan mulut dan hidung
5)      Jaga patensi jalan nafas
6)      Humidifikasi yang adekuat
7)      Pantau tekanan balon
8)      Observasi TTV dan suara paru-paru
9)      Lakukan fisioterapi nafas tiap 4 jam
10)  Lakukan suction setiap fisioterapi nafas dan sewaktu-waktu bila ada suara lender
11)  Yakinkan bahwa konektor mengetahui perkembangan
12)  Cek blood gas untuk mengetahui perkembangan
13)  Lakukan foto thorax segera setelah intubasi dan dalam waktu-waktu tertentu
14)  Observasi terjadinya emfisema cutis
15)  Air dalam water trap harus sering terbuang
16)  Pipa ETT ditandai di ujung mulut / hidung
   
Gambar Alat ETT
Gambar Pemasangan Alat ETT

D.    TINDAKAN PEMBEBASAN JALAN NAFAS DENGAN TANPA ALAT
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada korban tidak sadar. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan kehilangan kekuatan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Pada kasus-kasus tertentu, korban membutuhkan bantuan pernapasan. Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka. Ada dua manuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu Head tilt / Chin lift dan jaw trust manuver.


1.      Head Tilt / Chin Lift
Tehnik ini hanya dapat digunakan pada korban tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini adalah:
a.       Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan tangan yang paling dekat dengan dahi korban).
b.      Pelan-pelan tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi kearah belakang.
c.       Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu korban. Jika korban anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan dibawah dagu.
d.      Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan samapi mulut korban tertutup. Jika korban anak-anak, jangan terlalu menengadahkan kepala.
e.       Pertahankan posisi ini.
     
Membuka Jalan Napas

2.      Jaw Trust Manuver
Tehnik ini dapat digunakan selain tehnik diatas. Walaupun tehnik ini menguras tenaga, namun merupakan yang paling sesuai untuk korban dengan cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini adalah:
a.       Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi kepala korban. Letakkan tangan di kedua sisi kepala korban.
b.      Cengkeram rahang bawah korban pada kedua sisinya.jika korban anak-anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkan pada sudut rahang.
c.       Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan.
d.      Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir bagian bawah dengan kedua ibu jari.
Pembebasan Jalan Nafas
Adapun teknik teknik cara mengatasi sumbatan jalan nafas oleh benda asing, tujuannya adalah mengeluarkan benda asing sehingga jalan nafas tidak terhalang oleh benda asing.
a.       Metode
1)      Abdominal Thrust
2)      Chest Thrust
3)      Back Blow
b.      Indikasi
Untuk menghilangkan obstruksi di jalan napas atas yang disebabkan oleh benda asing dan yg ditandai oleh beberapa atau semua dari tanda dan gejala berikut ini:
1)      Secara mendadak tidak dapat berbicara
2)      Tanda-tanda umum tercekik-rasa leher tercengkeram
3)      Bunyi berisik selama inspirasi
4)      Penggunaan otot asesoris selama bernapas dan peningkatan kesulitan bernapas
5)      Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu untuk batuk
6)      Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis
7)      Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor atau wising

c.       Kontraindikasi dan Perhatian
1)      Pada klien sadar, batuk volunter menghasilkan aliran udara yg besar dan dapat menghilangkan obstruksi.
2)      Chest thrust hendaknya tidak digunakan pada klien yg mengalami cedera dada, seperti flail chest, cardiac contusion, atau fraktur sternal (Simon & Brenner, 1994).
3)      Pada klien yg sedang hamil tua atau yg sangat obesitas, disarankan dilakukan chest thrusts.
4)      Posisi tangan yg tepat merupakan hal penting untuk menghindari cedera pada organ-organ yang ada dibawahnya selama dilakukan chest thrust.
d.      Peralatan
1)      Suction oral, jika tersedia.
2)      Magill atau Kelly forcep dan laryngoscope (untuk mengeluarkan benda asing yang dapat dilihat di jalan napas atas).
e.       Persiapan Klien
1)      Posisi klien duduk, berdiri atau supine
2)      Suction semua darah/mukus yg terlihat dimulut klien
3)      Keluarkan semua gigi yg rusak/tanggal
4)      Siapkan utk dilakukan penanganan jalan napas yg definitif, misalnya cricothyrotomi

Tahapan Prosedur Abdominal Thrust
Jika pasien dalam keadaan berdiri/duduk:
1)      Anda berdiri di belakang klien.
2)      Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal, kemudian pegang lengan kanan tersebut dengan lengan kiri. Posisi lengan anda pada abdomen klien yakni dibawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.
3)      Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen  ke arah dalam-atas.
4)      Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.
5)      Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
               
                Gambar Abdominal Thrust dalam Keadaan Berdiri/Dudu
Jika pasien dlm keadaan supine/unconcious:
1)      Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
2)      Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg menempel di abdomen tepatnya di bawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.
3)      Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke arah dalam-atas.
4)      Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali untuk menghilangkan obstruksi jalan napas.
5)      Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut menggunakan Kelly atau Megil forcep.
                              Gambar Abdominal Thrust dalam Keadaan Supine/Unconcious

Tahapan Prosedur Chest Thrust
Jika posisi klien duduk/ berdiri:
1)      Anda berdiri di belakang klien.
2)      Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).
3)      Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.
4)      Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
Jika posisi klien supine:
1)      Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
2)      Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda dan posisikan bagian bawah lengan kanan anda pada area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).
3)      Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.
4)      Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut menggunakan Kelly atau Megil forcep.
 








           Gamb. Chest Thrust untuk Bayi      Gamb. Chest Thrust Posisi Klien Supine

Tahapan Prosedur Back Blow
Untuk Bayi:
1)      Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala bayi lebih rendah dari pada badannya.
2)      Topang kepala bayi dengan memegang rahang bayi.
3)      Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat menggunakan tumit tangan anda.
4)      Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan posisikan di atas paha.
5)      Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah anda pada sternum dampingi dengan jari manis.
6)      Lakukan chest thrust dengan cepat.
7)      Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya kesadaran.
8)      Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan napas dan buang benda asing jika ia terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara “membuta” pada bayi dan anak, karena benda asing dapat terdorong lebih jauh ke dalam jalan napas.
Untuk Anak 1-8th:
Untuk klien yang berdiri/duduk:
1)      Posisi anda dibelakang klien.
2)      Tempatkan lengan anda dibawah aksila, melingkari tubuh korban.
3)      Tempatkan tangan anda melawan abdomen klien, sedikit di atas pusar dan dibawah prosesus xipoideus.
4)      Lakukan dorongan ke atas (upward thrusts) sampai benda asing keluar atau pasien kehilangan kesadaran.
            Untuk klien pada posisi supine:
1)      Posisi anda berlutut disamping klien atau mengangkangi paha klien.
2)      Tempatkan lengan anda di atas pusar & dibawah prosesus xipoideus.
3)      Lakukan thrust ke atas dengan cepat, dengan arah menuju tengah-tengah dan tidak diarahkan ke sisi abdomen.
4)      Jika benda asing terlihat, keluarkan dengan menggunakan sapuan jari tangan.
                             
Gambar Tindakan Back Blows untuk Bayi     Gambar Tindakan Back Blows untuk Anak
PERHATIAN:
1)      Back blow tidak direkomendasikan pada pasien diatas usia bayi..
2)      Sapuan jari “membuta” harus dihindari pada bayi dan anak, sebab kemungkinan dapat mendorong benda asing lebih kebelakang ke dalam jalan napas.
            Komplikasi:
1)      Nyeri abdomen, ekimosis
2)      Mual, muntah
3)      Fraktur iga
4)      Cedera/trauma pada organ-organ dibawah abdomen/dada

E.     PERNAPASAN (BREATHING)
Bernapas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP). Untuk menilai seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali seseorang bernapas dalam satu menit, secara umum;
1.      Frekuensi/jumlah pernapasan 12-20x/menit (dewasa), anak (20-30x/menit), bayi (30-40x/menit)
2.      Dada sampai mengembang

Pernapasan dikatakan tidak baik atau tidak normal jika terdapat keadaan berikut ini:
1.      Ada tanda-tanda sesak napas: peningkatan frekuensi napas dalam satu menit
2.      Ada napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas)
3.      Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut)
4.      Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan
5.      Tidak ada gerakan dada
6.      Tidak ada suara napas
7.      Tidak dirasakan hembusan napas
8.      Pasien tidak sadar dan tidak bernapas
Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan bila pernapasan seseorang terganggu:
1.      Cek pernapasan dengan melihat dada pasien dan mendekatkan pipi dan telinga ke hidung dan mulut korban dengan mata memandang ke arah dada korban (max 10 detik)
2.      Bila korban masih bernapas namun tidak sadar maka posisikan korban ke posisi mantap (posisikan tubuh korban miring ke arah kiri) dan pastikan jalan napas tetap terbuka; segera minta bantuan dan pastikan secara berkala (tiap 2 menit) di cek pernapasannya apakah korban masih bernapas atau tidak.
      Jika korban bernapas tidak efektif (bernapas satu-satu, ngap-ngap, atau tidak  bernapas):
1.      Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta orang lain untuk mencari atau menghubungi gawat darurat)
2.      Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban dan menopang dagu korban (head tilt dan chin lift)
3.      Pastikan tidak ada sumbatan dalam mulut korban; bila ada sumbatan dapat dibersihkan dengan sapuan jari-balut dua jari anda dengan kain dan usap dari sudut bibir sapu ke dalam dan ke arah luar
4.      Berikan napas buatan dengan menarik napas biasa lalu tempelkan bibir anda ke bibir korban dengan perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield) lalu hembuskan perlahan >1 detik sambil jari tangan anda menutup hidung korban dan mata anda melihat ke arah dada korban untuk menilai pernapasan buatan yang anda berikan efektif atau tidak (dengan naiknya dada korban maka pernapasan buatan dikatakan efektif)
5.      Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi korban (menggunakan jari telunjuk dan jari tengah raba bagian tengah jakun, lalu geser ke arah samping hingga teraba lekukan di pinggir jakun tersebut) didaerah leher seperti pada gambar; bila tidak ada denyut maka masuk ke langkah CPR
6.      Bila ada denyut nadi maka berikan napas buatan dengan frekuensi 12x/menit/1 tiap 5 detik sampai korban sadar dan bernapas kembali atau tenaga paramedis datang; dan selalu periksa denyut nadi korban apakah masih ada atau tidak setiap 2 menit.

F.     PENATALAKSANAAN GANGGUAN VENTILASI
1.      Pengenalan Masalah Ventilasi
Penentuan adanya jalan nafas yang baik merupakan langkah awal yang penting. Langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi cukup. Ventilasi dapat terganggu karena sumbatan jalan nafas, juga dapat terganggu oleh mekanika pernafasan atau depresi susunan saraf pusat (SPP). Bila pernafasan tidak bertambah baikdengan perbaikan jalan nafas, penyebab lain dari gangguan ventilasi harus di cari. Trauma langsung ke thorax dapat mematahkan iga, dan menyebabkan rasa nyeri pada saat bernafas, sehingga pernafasan menjadi dangkal dan selanjutnya hipoksemia. Cedera pada tulang servikal bagian bawah dapat menyebabkan pernafasan diafragma, sehingga dibutuhkan bantuan ventilasi.

2.      Tanda Objektif Masalah Ventilasi
a.      Look. Perhatikan peranjakkan thorax simetris atau tidak. Bila asimetris pikirkan kelainan intra-thorakal atau flail chest. Setiap pernafasan yang sesak harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi.
b.      Listen. Auskultasi kedua paru. Bising nafas yang berkurang atau menghilang pada satu atau kedua hemithorax menunjukkan kelainan intra thorakal. Berhati-hatilah terhadap tachypneu karena mungkin disebabkan hipoksia.
c.       Feel. Lakukan perkusi. Seharusnya sonor dan sama kedua lapang paru. Bila hipersonor berarti ada pneumothorax, bila pekak ada darah (hemothorax).

3.      Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau ventilasi harus segera diambil tindakkan untuk memperbaiki oksigenasi dan mengurangi resiko penurunan keadaan. Tindakan ini meliputi tekhnik menjaga jalan nafas, termasuk jalan nafas definitive ataupun surgical airway dan cara untuk membantu ventilasi. Karena semua tindakan diatas akan menyebabkan gerakan pada leher, harus diberikan proteksi servikal, terutama bila dicurigai atau diketahui adanya fraktur servikal.
Pemberian oksigen harus diberikan sebelum dan setelah tindakan mengatasi masalah airway. Suction harus selalu tersedia, dan sebaiknya dengan ujung penghisap yang kaku.

G.    FOREIGN BODY AIRWAY OBSTRUCTION (FBAO) / SUMBATAN KARENA BENDA ASING PADA JALAN NAFAS
1.      Pada Orang Dewasa
Kematian yang diakibatkan oleh FBAO jarang terjadi tetapi penyebabnya dapat dicegah. Pada umumnya FBAO pada orang dewasa disebabkan saat penderita sedang makan atau bermain. Kejadian tersedak pada penderita yang masih sadar biasanya masih bias ditanggulangi dengan cepatoleh orang yang ada disekitarnya.
a.       Mengenali sumbatan karena benda asing pada jalan nafas/FBAO pada dewasa
Mengenali sumbatan jalan nafas yang disebabkan benda asing merupakan kunci keberhasilan, sangat penting untuk membedakan keadaan gawat darurat seperti pingsan, serangan jantung, kejang atau keadaan lainnya yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan, sianosis, atau hilangnya kesadaran.
Tanda-tanda penderita yang mengalami FBAO adalah tampak kurangnya pertukaran udara dan meningkatnya kesulitan bernafas sperti batuk yang tidak bersuara, sianosis atau tidak dapat bersuara dan bernafas. Penderita memegang leher yang menampakan tanda umum tersedak. Segera tanyakan “apakah anda terseda?” jika penderita mengisyaratkan “ya” dengan mengangguk tanpa bicara, ini menandakan penderita mempunyai sumbatan jalan nafas berat.
b.      Membebaskan sumbatan karena benda asing pada orang dewasa
1)      Lakukan Heimlich Maneuver pada penderita sampai benda asing keluar atau penderita jatuh tidak sadar.
2)      Pada penderita obesitas dan wanita hamil lakukan dengan chest thrust.
3)      Hubungi SPGDT.
4)      Lakukan abdominal thrust (pada penderita yang tidak sadar).
5)      Bila benda terlihat lakukan sapuan jari untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Gambar Tekhnik Heimlich Manuever

2.      Pada Anak dan Bayi
Lebih dari 90% kematian anak usia <5 tahun disebabkan oleh sumbatan benda asing pada jalan nafas. Pada bayi (65%) terjadi karena aspirasi cairan. Penyebab sumbatan jalan nafas pada anak biasanya adalah benda-benda kecil yang berserakan di lantai seperti makanan kecil, permen, dll.
Tanda-tanda adanya sumbatan karena benda asing pada anak dan bayi adalah timbulnya gangguan pernafasan yang tiba-tiba disertai dengan batuk, tersedak, stridor dan wheezing.
a.       Membebaskan sumbatan karena benda asing pada anak dan bayi
Sumbatan jalan nafas dapat terjadi ringan ataupun berat. Saat sumbatannya ringan, anak masih dapat batuk dan bersuara. Tetapi pada saat sumbatannya berat penderita sama sekali tidak dapat batuk ataupun bersuara.
Jika sumbatan yang terjadi ringan jangan melakukan apapun, biarkan penderita membersihkan jalan nafasnya sendiri dengan batuk, sementara anda mengobservasi tanda-tanda FBAO yang berat.
Jika sumbatannya berat (penderita tidak dapat bersuara sedikitpun). Untuk anak, lakukan Heimlich maneuver sampai bendanya keluar atau sampai anak jatuhdalam keadaan tidak sadar.
Untuk bayi lakukan 5x back blows diikuti dengan 5x chest thrust berulang-ulang sampai bendanya keluar atau sampai penderita jatuh tidak sadar. Pada bayi tidak direkomendasikan untuk melakukan abdominal thrust karena dapat merusak organ dalam yang tidak terlindungi, contohnya hati.
Jika penderita jatuh tidak sadar segera lakukan RJP. Sebelum melakukan ventilasi petugas harus melihat apakah bendanya terlihat atau tidak pada mulut penderita. Jika anda melihat bendanya, keluarkan!! Petugas tidak direkomendasikan untuk melakukan sapuan jari bila bendanya tidak tampak pada faring, karena dapat mendorong bendanya masuk ke dalam ofaring dan dapat menyebabkan kerusakan pada organ tersebut.
Gambar Tekhnik Heimlich pada bayi

H.    PENGELOLAAN FUNGSI PERNAFASAN (BREATHING MANAGEMENT) DENGAN PERNAFASAN BUATAN
1.      Pengertian
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.
2.      Tujuan
Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal.
3.      Diagnosis
Ditegakkan bila pada pemeriksaan dengan menggunakan metode Look Listen Feel (lihat kembali pengelolaan jalan nafas) tidak ada pernafasan dan pengelolaan jalan nafas telah dilakukan (jalan nafas aman).
4.      Tindakan
a.       Tanpa Alat: Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.
b.      Dengan Alat: Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu bag” (self inflating bag) yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan ventilator mekanik (ventilator/respirator).
5.      Pemeriksaan pernafasan
a.       Look-Lihat
1)      Gerak dada
2)      Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3)      Retraksi sela iga
4)      Gerak dada
5)      Gerak cuping hidung (flaring nostril)
6)      Retraksi sela iga
b.      Listen-Dengar. Suara nafas, suara tambahan
c.       Feel-Rasakan. Udara nafas keluar hidung-mulut
d.      Palpasi-Raba. Gerakan dada, simetris?
e.       Perkusi-Ketuk. Redup? Hipersonor? Simetris?
f.       Auskultasi (menggunakan stetoskop). Suara nafas ada? Simetris? Ronki atau whezing?

g.      Menilai pernafasan
1)      Ada napas? Napas normal atau distres
2)      Ada luka dada terbuka atau menghisap?
3)      Ada Pneumothoraks tension?
4)      Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ?
5)      Ada Hemothoraks?
6)      Ada emfisema bawah kulit?
h.      Tanda distres nafas
1)      Nafas dangkal dan cepat
2)      Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3)      Tarikan sela iga (retraksi)
4)      Tarikan otot leher (tracheal tug)
5)      Nadi cepat
6)      Hipotensi
7)      Vena leher distensi
8)      Sianosis (tanda lambat)
i.        Pemberian nafas buatan
1)      Diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat.
2)      Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu
3)      Berikan tambahan oksigen bila tersedia.
4)      Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan lambung karena akan berisiko aspirasi.
5)      Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher) agar tulang leher tidak banyak bergerak.
Pernapasan Buatan Mulut-Mulut
Pernapasan buatan langsung mulut ke mulut sangatlah beresiko. Kemungkinan kontak dengan cairan tubuh korban termasuk muntahan sangat besar. Untuk melakukan pernapasan buatan mulut ke mulut gunakanlah alat pelindung barrier device, face shield. Alat pelindung ini berupa sebuah lembaran dari plastik tipis dan lentur menutupi wajah korban terutama bagian mulut korban, dilengkapi dengan katup satu arah sehingga cairan tubuh korban tidak mengenai penolong. Bisa dilipat sehingga praktis dibawa kemana-mana.
Langkah-langkah memberikan pernapasan buatan mulut ke mulut:
1)      Pastikan keamanan diri dan lingkungan, kemudian aktifkan SPGDT.
2)      Baringkan korban pada posisi terlentang.
3)      Atur posisi penolong. Berlutut disamping kepala korban.
4)      Lakukan langkah-langkah pengelolaan airway.
5)      Pasang alat pelindung; barrier device, face shield.
6)      Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar volume tidal terpenuhi.
7)      Jepit lubang hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk.
8)      Tutupi mulut korban dengan mulut penolong. Mulut penolong harus dapat menutupi keseluruhan mulut korban agar tidak terjadi kebocoran.
9)      Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri kesempatan untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-2 detik. Volume udara yang diberikan sebesar volume tidal yaitu 10 mL/ kgBB atau 700-1000 mL, atau sampai dengan dada korban terlihat mengembang. Hati-hati, jangan terlalu kuat atau terlalu banyak karena dapat melukai paru-paru korban atau masuk ke lambung.
10)  Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan dirasakan ada tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik, perbaiki tehnik membuka airway korban misalnya dengan memperbaiki posisi kepala. Jika setelah posisi diperbaiki masih terasa berat, curigai adanya sumbatan airway. Lakukan tindakan membebaskan jalan napas.
11)  Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan 12-15 kali/ menit.
                         
      Gambar Barrier Device                        Gambar Tekhnik Pemberian Pernapasan
                                                                     Mulut-Mulut Menggunakan Barrie Device
Pernapasan Buatan Mulut-Hidung
Tehnik pernapasan buatan mulut ke hidung dilakukan bila tidak mungkin melakukan pernapasan mulut ke mulut, misal mulut korban yang terkatup rapat dan tidak bisa dibuka (trismus), atau mulut korban mengalami cedera berat. Langkah-langkah yang dilakukan sama seperti pernapasan buatan mulut ke mulut. Perbedaannya adalah pernapasan buatan dilakukan ke hidung korban. Pada tehnik ini mulut korban yang harus ditutup.
Gambar Tekhnik Pemberian Napas Buatan Mulut-Hidung

Pernapasan Buatan Mulut-Stoma / Lubang Trakeostomi
Pada korban yang pernah mengalami tindakan pembuatan lubang pernapasan di leher, masuknya udara pernapasan tidak lagi melalui mulut atau hidung. Udara masuk melalui lubang buatan di leher yang disebut stoma. Langkah-langkah melakukan pernapasan buatan mulut ke stoma pada dasarnya sama dengan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.

Pernapasan Buatan Mulut-Masker/ Sungkup Muka
Tehnik pernapasan buatan mulut ke masker lebih efektif dan lebih aman dibanding cara-cara pernapasan yang telah dijelaskan sebelumnya. Masker yang digunakan mempunyai katup satu arah sehingga cairan maupun udara ekspirasi yang keluar dari korban kecil kemungkinannya mengenai penolong. Masker menutupi hidung dan mulut korban, sehingga tidak ada kontak/hubungan langsung antara penolong dengan korban. Efektivitas didapatkan karena masker yang digunakan akan menutupi baik mulut maupun hidung korban dan lebih terkontrol.
Masker yang baik untuk pernapasan buatan memiliki ukuran yang sesuai, terbuat dari bahan transparan/ tembus pandang, dan dilengkapi katup satu arah atau dapat dihubungkan dengan katup satu arah pada bagian atasnya. Masker tersedia dengan berbagai ukuran. Kesesuaian ukuran penting agar masker dapat melekat erat pada wajah sehingga tidak terjadi kebocoran. Bahan transparan memungkinkan penolong dapat melihat adanya cairan mapun muntahan yang keluar dari korban.
Langkah-langkah pernapasan buatan mulut ke masker:
1)      Pastikan keamanan diri dan lingkungan, kemudian aktifkan SPGDT.
2)      Baringkan korban pada posisi terlentang.
3)       Atur posisi penolong. Bila penolong hanya seorang, berlutut disamping kepala korban. Bila penolong lebih dari satu orang, salah satu penolong yang memegangi masker berlutut di atas kepala korban menghadap ke kaki korban.
4)      Lakukan langkah-langkah pengelolaan airway.
5)      Pasang masker yang ukurannya sesuai dengan korban.Masker yang ukurannya sesuai akan menutupi bagian hidung dan mulut korban sekaligus. Masker pernapasan buatan berbentuk menyerupai buah jambu air yang terbelah dua sama besar, ada bagian yang menyempit dan ada bagian yang melebar. Posisikan bagian yang menyempit di bagian hidung korban, dan bagian yang melebar di bagian dagu.
6)      Pertahankan posisi masker dan rapatkan. Posisi masker yang benar dan rapat penting untuk keberhasilan pernapasan buatan. Mempertahankan posisi masker bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu: Pertahankan posisi masker dengan posisi kedua tangan seperti saat melakukan jaw thrust atau triple airway manauver. Kedua ibu jari menahan masker bagian hidung, sementara jari-jari lainnya menahan bagian dagu dan merapatkannya dengan menahan masker bagian rahang bawah korban, sambil melakukan tindakan membuka airway. Pertahankan posisi masker dengan salah satu tangan menahan bagian hidung, tangan lainnya menahan bagian dagu sambil membuka airway korban.
7)      Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar volume tidal terpenuhi.
8)      Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri kesempatan untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-2 detik. Volume udara yang diberikan sebesar volume tidal 10 mL/ kgBB, atau sampai dengan dada korban terlihat mengembang.
9)      Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan dirasakan ada tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik, perbaiki posisi kepala korban. Perbaiki tehnik membuka airway korban. Jika setelah posisi diperbaiki masih terasa berat, curigai adanya sumbatan airway. Lakukan tindakan membebaskan jalan napas.
10)  Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan 12-15 kali/ menit.

BVM (Bag Valve Mask)
Pernapasan buatan yang dilakukan dengan bantuan BVM lebih dianjurkan, karena memiliki lebih banyak keuntungan. Selain keuntungan seperti yang didapatkan dengan menggunakan masker, BVM memberikan oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada korban karena dapat dihubungkan dengan sumber oksigen. BVM dianjurkan digunakan oleh dua orang penolong.
Sesuai namanya bag valve mask (BVM) terdiri dari kantung, katup satu arah, dan masker/ sungkup muka. Isi kantung sekitar 1600 mL dan dapat dihubungkan dengan sumber oksigen. Masker pada BVM memiliki bentuk yang sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Masker tersedia dalam berbagai ukuran untuk dewasa, anak, dan bayi. Penggunaan BVM untuk pernapasan buatan tidak akan dijelaskan lebih lanjut, karena penggunaannya memerlukan ketrampilan setingkat paramedis.
PERHATIAN:
1)      Pemompaan udara pernapasan dilakukan saat korban inspirasi.
2)      Pemberian bantuan napas disesuaikan dengan kebutuhan korban.
3)      Perhatikan volume tidal dan frekuensi napas yang dibutuhkan korban.
4)      Pemasangan masker harus sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan korban dan ketat.
5)      Bila korban memiliki gigi palsu, biarkan gigi palsu tersebut tetap pada tempatnya, karena akan mempermudah dicapainya posisi masker yang ketat.
6)      Namun bila gigi tersebut lepas, segera keluarkan dari mulut korban dan amankan. Lepasnya gigi palsu merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan napas. Lakukan penilaian berkala keberadaan gigi palsu selama menolong korban.


                  
             Ambubag (bag-valve-masker)                    Cara Menggunakan Ambubag
      Cara Menggunakan Ambubag






BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Breathing (Bernapas) adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP).
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

B.     SARAN
Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang telah disusun meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat membantu menyempurnakan makalah yang selanjutnya.








DAFTAR PUSTAKA

Advanced Paediatric Life Support. 3rd ed. London: BMJ Books 2001. Chapters 4 (Basic life support); 5 (Advanced support of the airway and ventilation); 22 (Practical procedures: airway and breathing).
Alkatiri J.  Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7.
Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II, EGC: Jakarta
Fleisher G, Ludwig S (eds): Textbook of Pediatric Emergency Medicine (4th ed). Philadelphia: Lippincott 2000. Chapters 1 (Resuscitation: pediatric basic and advanced life support); 5 (Emergency airway management: rapid sequence induction).
John, A, Boswick, 1997. Perawatan Gawat Darurat. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Purwadianto, Agus, dkk, 2000. Kegawatdaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara
Taussig L, Landau L, Le Souëf P; Martinez F; Morgan W; Sly P (eds) Pediatric Respiratory Medicine. St Louis: Mosby 1999. Chapters 21 (Assisted ventilatory support and oxygen treatment) and 25 (Lung trauma: toxin inhalation and ARDS).