Kamis, 04 April 2013

askep anak dengan kejang demam dan meningitis


BAB  I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Bangkitan demam kejang merupakan satu manifestasi dari pada lepasnya muatan listrik yang berlebihan disel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala terganggunya fungsi otak dan keadaan ini harus segera mendapatkan penanganan medis secara tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya komplikasi antara lain : Depresi pusat pernafasan, Pneumonia aspirasi, cedera fisik dan retardasi mental.
Selain dampak biologis, klien juga mengalami pengaruh psikososial. Dalam keadaan ini klien akan merasa rendah tinggi karena perubahan pada tubuhnya. Klien juga aktivitasnya yang dapat menimbulkan bahaya bagi anak. .(hendarson 1997:268)
Adapun penyakit meningitis, Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.  (http://theacademyofnursing2008.blogspot.com).     

B.            Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan kejang demam?
2.    Apa yang dimaksud dengan meningitis?
3.    Bagaimana asuhan keperawatan kejang demam dan meningitis?

C.           Tujuan
1.    Tujuan Umum        : Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan
  keperawatan kejang demam dan meningitis pada anak.
2.    Tujuan Khusus       : Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi, etiologi,
  patofisiologi, manifestasi, dan mengaplikasikan asuhan
  keperawatan kejang demam dan meningitis pada anak.


























BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kejang Demam
1.    Definisi
       Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995).
Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000).
Demam Kejang atau febril convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. (Ngatsiyah : 1997 )
Demam Kejang merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan anak yang berumur 6 bulan sampai 4 tahun. Pada demam kejang terjadi pembahasan sekelompok neuron secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu gangguan kesadaran, gerak, sensori atau memori yang bersifat sementara. ( Aesceulaplus : 2000 )

2.    Jenis-jenis demam Kejang ( Ngatsiyah, 2004 )
a.    Kejang Parsial
1)      Kejang Persial Sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal  berikut ini:
·         Tanda atau gejala otomik ; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
·         Somoto sensoris atau sensori khusus ; mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara
·         Gejala psikis, rasa takut
2)      Kejang Parsial Kompleks
·         Terdapat gangguan kesadaran
·         Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik, mengecap-ngecap bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya
·         Tatapan terpakau

b.    Kejang Umum
1)      Kejang Tonik   
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
2)      Kejang Klonik 
Bentuk klinis kejang klonik berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
3)      Kejang Mioklonik       
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.

3.    Manifestasi klinik     
            Terjadinya bangkitan kejang pada anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
            Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang atau gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.    
            Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, dimanifestasikan diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
Ø Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
Ø Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
Ø Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan pada usia 1 tahun tidak > 4 kali
Ø Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Ø Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.          

4.    Etiologi
            Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) berat, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).

5.    Tanda dan Gejala (Mary E Muscari,2001)
Umumnya demam kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau  tonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kelaukan atau hanya sentakan.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang 80 % berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurology.

6.    Patosiologi
(Brunner dan Suddart, 2000)
 Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa, sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
            Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel  yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik.
   
            Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.         
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
Perubahan dari  patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak, tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu singkat terjadi difusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.        
            Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.        
            Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

7.    Komplikasi
a.    Aspirasi
b.    Asfiksi
c.    Retardasi mental
Komplikasi tergantung pada :
a.    Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b.    Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita  
     demam kejang
c.    Kejang berlangsung lama

8.    Penatalaksanaan Medis
a.    Pemberian cairan IV dengan cairan yang mengandung glukosa
b.    Bila kejang sangat lama, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya edema otak. Diberikan kortikosteroid sepeti kortison 20-30 mg/Kg BB atau glukokortikoid seperti deksametason ½ – ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
c.    Berikan diazepam secara IV atau Rectal untuk menghentikan kejang
d.   Pemberian Fenobarbital secara IV (Ngastiyah, 1997).

a.    MRI (Magnetic Resenance Imaging ) Menentukan adanya perubahan  atau patologis saraf
b.    Rontgen Tengkorak, Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali untuk mengetahui adanya  fraktur
c.    Pemeriksaan Metabolik (Pemeriksaan Laboratorium ) Meliputi :
·         Glukosa darah
·         Kalsium fungsi ginjal dan hepar
·         Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi
·         Pemeriksaan serologi imunologi
d.   EEG Sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosa kejang dan menentukan lesi serta fungsi neurology (Ngastiyah, 1997).

B.  Meningitis
1.    Definisi
Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).           
Meningitis merupakan  infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, meningokok, stafilokok, streptokok, hemophilus influenza dan virus (Long, 1996).   
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial (neorologi kapita selekta, 1996). 


2.    Etiologi   
Bakteri
merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
·         Haemophillus influenza
·         Nesseria meningitides (meningococcal)
·         Diplococcus pneumoniae (pneumococca)
·         Streptococcus, grup A
·         Staphylococcus aureus
·         Proteus
·         Virus Toxoplasma Gondhi, Ricketsia
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar ke sistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Defesiensi Imunologi yang paling berpangaruh pada terjadinya infeksi.  
3.    Manifestasi Klinis
a.    Aktivitas dan Istirahat ; Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia.
b.    Sirkulasi ; Riwayat endokarditis, abses otak, tekanan darah meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat, takikardi, dan disritmia pada fase akut.
c.    Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin.
d.   Makanan dan cairan; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering.
e.    Higiene ; Tidak mampu merawat diri
f.     Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, Hiperalgesia meningkatnay rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusianasi penciuman, kehilangan, memori.
g.    Nyeri/ketidaknyamanan; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler.
h.    Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas meningkat, letargi dan gelisah.
i.        Neonatus : Menolak untuk makan, refleks mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
j.        Anak-anak dan remaja :Demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang,  mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus.

4.    Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 :
a.    Meningitis purulen ( pus )
Radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis.  Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
b.    Meningitis serosa (infeksi mikroorganisme)
Peradangan yang disebabkan oleh organisme pada bakteri seperti meningococcus, staphylococcus, Baccilus influenza, Baccilus tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus pnemoniae, haimopilus influenza.














5.    Patofisiologi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnPowzTRZcSTffg-VeZpR06VXmk2AyHJmAjhsBIPfz2tlp0U3Gqx1h2Q6vZw5A5QqnMFmqMWmOXO2sp8c-0C5u12u4dummVvWWTsyS4X7ITMVHrtCRqhuOLzkBZBfTWgmx1iQ-5l1pnrM/s640/pathway.jpg
(Brunner and Suddart,2000)
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinal yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edema dan esudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intra kranial.Organisasi masuk melalui sel darah merah blood brain barrier. Masuknya dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat.
Masuknya mikroorganisme ke susunan saraf pusat melalui ruang sub-arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CFS dan ventrikel. Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan hidrosefalus. Meningitis bakteri: netrofil, monosit, limfosit, dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang subarachnoid. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infark.
Meningitis virus sebagai akibat dari penyakit virus seperti meales, mump, herpes simplek dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak terjadi dan tidak ada mikroorganisme pada kultur CSF.

6.    Pemeriksaan Penunjang
a.    Lumbal fungsi: Lumbal fungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
b.    Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
c.    Glukosa dan LDH : meningkat.
d.   MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
e.    Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.

7.    Penatalaksanaan Medis
a.    Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
b.    Steroid untuk mengatasi inflamasi
c.    Antipiretik untuk mengatasi demam
d.   Anti konvulsan untuk mencegah kejang
e.    Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
f.     Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
g.    Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal diberikan diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
h.    Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsangan depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
i.      Pembebasan jalan nafas denga menghisap lendir melalui section dan memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan nafas dipadu dengan pemberian oksigen untuk mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan intrakranial sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran pernafasan. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.
j.      Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis pemberian secara intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam 4 dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.


8.    Komplikasi 
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
a.    Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.
b.    Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.      
c.    Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intrakranial.
d.   Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat. 
e.    Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
f.     Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.

C.           Asuhan Keperawatan Kejang Demam
1.    Pengkajian
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
a.    Data subyektif
Ø Biodata/Identitas
Ø Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Ø Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
Ø Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
o  Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
o  Apakah betul ada kejang ?
o  Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
o  Apakah disertai demam ?
o  Lama dan frekuensi serangan kejang
o  Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
o  Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
o  Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain?
Ø  Riwayat penyakit sekarang
o  Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi).
Ø  Riwayat Penyakit Dahulu
o  Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
o  Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
Ø  Riwayat Imunisasi
o  Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
Ø  Riwayat Perkembangan
o  Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
o  Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
o  Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
o  Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
Ø  Riwayat kesehatan keluarga.
o  Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ?
Ø  Pola nutrisi
o  Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
o  Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?


o  Pola Eliminasi :
§   BAK    : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
§   BAB    : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Ø  Pola aktivitas dan latihan
o  Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?

b.  Data Obyektif
Ø   Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi(Corry S, 2000 hal : 36)

2.    Pemeriksaan Head to Toe
a.      Kepala             : Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial,
                                  yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana
                                  keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
b.      Rambut            : Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta
                                   karakteristik lain rambut. Pasien dengan
                                   malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
                                   jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan
                                   mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit.
c.       Muka              : Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi
                                  yang paresis tertinggal bila anak menangis atau
                                  tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
d.      Mata               : Bagaimana keadaan sklera, konjungtiva ?
e.      Telinga             : Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta
                                   tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan
                                  dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
                                  dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f.       Hidung                        : Apakah ada pernapasan cuping hidung?
                                  Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
                                   jumlahnya ?
g.      Mulut                           : Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh?
                             Apakah ada caries gigi ?
h.     Tenggorokan     : Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ?
                                  Adakah tanda-tanda infeksi, cairan eksudat ?
i.      Leher                  : Adakah pembesaran kelenjar tiroid dan vena
                                   jugulans ?
j.       Thorax              : Bagaimana gerak pernapasan, frekuensinya, irama,
                                   kedalaman? Pada auskultasi, adakah suara napas
                                   tambahan ?
k.      Jantung                        : Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta
                                   iramanya ? Adakah bunyi tambahan ?
l.        Abdomen         : Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot
                                   pada abdomen ? Bagaimana peristaltik usus ?
                                  Adakah pembesaran lien dan hepar ?
m.    Kulit                : Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun
                                  warnanya? Apakah terdapat oedema? Bagaimana
                                  keadaan turgor kulit ?
n.      Ekstremitas      : Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama
                                  setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada
                                  daerah akral ?
o.      Genetalia         : Adakah sekret yang keluar dari vagina, tanda-
                                   tanda infeksi ?




3.    Pemeriksaan Penunjang
a.    Darah 
·                Glukosa Darah       :  Hipoglikemia merupakan predisposisi
                                            kejang (N < 200 mq/dl).
·                BUN                       : Peningkatan BUN mempunyai potensi
                                            kejang dan merupakan indikasi nepro
                                            toksik akibat dari pemberian obat.
·                Elektrolit                : K, Na(Ketidakseimbangan elektrolit
                                           merupakan predisposisi kejang).
                                           Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl ),
                                           Natrium ( N 135 – 144 meq/dl ).        
b.    Cairan Cerebo Spinal      : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
                                               tanda infeksi, pendarahan penyebab
                                               kejang.
c.    Skull Ray                       :  Untuk mengidentifikasi adanya proses
                                               desak ruang dan adanya lesi.
d.   EEG                               : Teknik untuk menekan aktivitas listrik
                                               otak melalui tengkorak yang utuh untuk
                                               mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil
                                               biasanya normal.
e.    CT Scan                          : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral
                     
2.   Diagnosa Keperawatan
a.       Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
b.      Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
c.       Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi
d.      Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.



3. Asuhan Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 3 x 24 jam diharapkan Klien tidak mengalami kejang selama hiperthermi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 1 x 24 jam diharapkan Klien tidak mengalami kejang selama hiperthermi.
Kriteria hasil : 
1.     Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2.     Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3.     Nadi 110 – 120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak)
4.     Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi), 24 – 28 x/menit (anak)
5.     Kesadaran composmentis

1.    Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2.    Berikan kompres dingin
3.    Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
4.    Observasi kejang  dan tanda vital tiap 4 jam
5.    Batasi aktivitas selama anak panas
6.    Kolaborasi dengan dokter untk pemberian antipireutik
1.    proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2.    perpindahan panas secara konduksi
3.    saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat
4.    Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5.    aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6.    Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
2
potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 3 x 24 jam diharapkan Klien tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 1 x 24 jam diharapkan Klien tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil   :
1.    Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2.    Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3.    Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.

1.         Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
2.         Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
3.         Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
4.         Letakkan klien di tempat yang lembut.
5.         Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
6.         Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
1.         meminimalkan injuri saat kejang
2.         meningkatkan keamanan klien.
3.         menurunkan resiko trauma pada mulut.
4.         membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
5.         membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6.         mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
3
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 3 x 24 jam diharapkan rasa nyaman terpenuhi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 1 x 24 jam diharapkan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria hasil      : 
1.         Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
        RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
1.         Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi
2.         Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
3.         Pertahankan suhu tubuh normal
4.         Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak
5.         Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
6.         Atur sirkulasi udara ruangan.
7.         menganjurkan pasien banyak minum
1.         mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2.         Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3.         suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
4.         proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara
5.         proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
6.         Penyediaan udara bersih.
7.         Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
4
Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 3 x 24 jam diharapkanpengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 1 x 24 jam diharapkanpengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil    :
1.    Keluarga tidak sering bertanya tentang  penyakit anaknya.
2.    Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3.    keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
1.    Kaji tingkat pengetahuan keluarga
2.    Beri informasi kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
3.    Jelaskan setiap tindakan/prosedur tindakan perawatan yang akan dilakukan
4.    Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas
5.    Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.
1.    Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat
2.    penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
3.    agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4.    mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
5.    imunisasi pertusis memberikan reaksi panas (kejang demam)

D.  Asuhan Keperawatan Meningitis Pada Anak
1.    Pengkajian
a.    Identitas Klien
b.    Riwayat kesehatan yang lalu
·      Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
·      Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
·      Pernahkah operasi daerah kepala ?
c.    Riwayat kesehatan sekarang
d.   Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
e.    Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis.
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat,
    takikardi, disritmia.
f.     Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
g.    Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda  : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa
   kering.
h.    Higiene
Tanda  : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
i.      Neurosensori
Gejala  : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang
      terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia,
      fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman.
Tanda  : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan
    halusinasi, kehilangan memori.
j.      Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.
k.    Pernafasan
Gejala  : riwayat infeksi sinus atau paru.
 Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

2.    Diagnosa Keperawatan
a.    Gangguan perfusi jaringan b.d peningkatan tekanan intracranial
b.   Resiko kejang ulang b.d hipertermi
c.    Resiko terjadinya injuri b.d adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
d.   Kurangnya pengetahuan keluarga b.d ketidaktahuan tentang penyakit


3.      Asuhan Keperawatan
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali normal.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 1 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali normal.
Kriteria hasil :
1.    Tanda-tanda vital dalam batas normal
2.    Kesadaran meningkat
3.    Adanya peningkatan kognitif
1.    Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
2.    Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
3.    Monitor intake dan output
4.    Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
5.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan perinfus dan pemberian obat.
1.    Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
2.    Dapat mengetahui tingkat keparahan
3.    vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
4.    Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
5.    Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
2
Resiko kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadinya kejang ulang.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 1 x 24 jam diharapkan tidak terjadinya kejang ulang.
Kriteria hasil :
1.    Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2.    Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3.  Nadi 100-110 x/menit (anak)
4.  Respirasi 24 – 28x/menit (anak)
5.  Kesadaran CM
1.    Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2.    Berikan kompres dingin
3.    Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan dan minuman lebih banyak
4.    Observasi kejang  dan tanda vital tiap 4 jam
5.    Batasi aktivitas selama anak panas
6.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti pireutik
1.    proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2.    perpindahan panas secara konduksi
3.    saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat
4.    Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan
5.    aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas
6.    Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
3
Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadinya injuri.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 1 x 24 jam diharapkan tidak terjadinya injuri.
Kriteria hasil :
1.       Klien bebas dari resiko injuri
1.    monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
2.    Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien
3.    Pertahankan bedrest total selama fase akut
4.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
1.    Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
2.    Melindungi pasien bila kejang terjadi
3.    Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
4.    Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
4
Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 3 x 24 jam diharapkan pengetahuan keluarga bertambah.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 1 x 24 jam diharapkan pengetahuan keluarga bertambah.
Kriteria hasil :
1.    Keluarga tidak sering bertanya tentang  penyakit anaknya
2.    Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3.    keluarga mentaati setiap proses keperawatan
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan  akibat kejang
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan
4. Baringkan anak ditempat rata dan lembut, kepala dimiringkan, pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang
6. Anjurkan keluarga untuk imunisasi
1.  Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat
2.  dapat membantu menambah wawasan keluarga
3.  agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4.  mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang
5.  sebagai upaya preventif serangan ulang
6.  imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam






BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Bangkitan demam  kejang merupakan satu manifestasi daripada lepasnya muatan listrik yang berlebihan disel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala terganggunya fungsi otak dan keadaan ini harus segera mendapatkan penanganan medis secara tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya komplikasi antara lain : Depresi pusat pernafasan, Pneumonia aspirasi, cedera fisik dan retardasi mental.
Selain dampak biologis, klien juga mengalami pengaruh psikososial. Dalam keadaan ini klien akan merasa rendah tinggi karena perubahan pada tubuhnya.
Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Yang disebabkan oleh bakteri, virus, faktor predisposisi, faktor maternal dan faktor imunologi. Meningitis dibagi menjadi 2 yaitu  Meningitis purulen ( pus ) adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis dan Meningitis serosa ( bakteri ) merupakan peradangan yang disebabkan oleh organisme pada bakteri seperti meningococcus, staphylococcus, Baccilus influenza, Baccilus tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus pnemoniae (pada dewasa), haimopilus influenza (pada anak-anak dan remaja).

B.  Saran
Sebagai Mahasiswa agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang meningitis dan problem solving yang efektif  dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health education mengenai meningitis kepada para orang tua anak yang paling utama.  





DAFTAR PUSTAKA

Aesceulaplus.(2000).Fundamental of Nursing. EGC : Jakarta
Brunner dan Suddarth,( 2000). Buku saku keperawatan medikal bedah,EGC, 
         Jakarta
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta
Hasan. ( 1995) Diagnosa Keperawatan ,Edisi 6. Jakarta : EGC
Kapita Selekta Kedokteran FKUI, (1999) Media Aesculapius, Jakarta
Mansjoer Arif. (2000) Kapita Selekta Kedokteran,Jilid 2.Jakarta : EGC
Ngastiyah. (1997)Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Long.( 2000 ) Buku Saku Diagnosis Keperawatan .Jakarta : EGC
Suriadi dan Rita.(2001).Cara mengatasi penyakit meningitis.Primadani : Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar