Senin, 22 Oktober 2012

Imunosupresan dan Hematologi



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Dalam ilmu kedokteran, imunitas pada mulanya berarti resistensi relative terhadap suatu mikroorganisme.  Resistensi terbentuk berdasarkan respons imunologik.  Selain membentuk resistensi terhadap suatu infeksi, respons imun juga dapat mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit.  Oleh karena itu, pada masa sekarang arti respons imun sudah lebih luas yang pada dasarnya mencakup pengertian pengaruh zat atau benda asing bagi suatu makhluk hidup, dengan segala rangkaian kejadian yang melibatkan sistem retikuloendotelial.  Rangkaian kejadian yang dimaksud mencakup netralisasi, metabolisme ataupun penyingkiran zat asing tersebut dengan atau tanpa akibat berupa gangguan pada makhluk hidup yang bersangkutan.
Sekarang pengertian dasar imunologik sudah berkembang demikian rupa, sehingga telah ditemukan cara pengobatan penyakit imunologik secara lebih terarah.
Dalam makalah ini dibicarakan obat yang menekan respons imun.  Walaupun umumnya imunosupresan merupakan sitostatik atau turunannya, pembahasan akan dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan sifat imunosupresinya saja dengan terlebih dulu meninjau dasar-dasar imunologi secara singkat.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Agar mahasiswa lebih mengetahui tentang obat imunosupresan, obat hematologi dan obat yang mempengaruhi cairan dan elektrolit.



2.      Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu mengetahui tentang :
a.       Obat Imunosupresan
b.      Obat Hematologi
c.       Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit
d.      Obat yang mempengaruhi Cairan dan Elektrolit

C.    Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Tujuan Penulisan
C.     Sistematika Penulisan
BAB II     PEMBAHASAN
A.    Obat Imunosupresan
B.     Obat Hematologi
C.     Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit
D.    Obat yang mempengaruhi cairan dan elektrolit
BAB III    PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA








BAB II
PEMBAHASAN



A.    Imunisupresan
1.      Pengertian Imunosupresan
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker. Immunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem imun dengan jalan interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut. Titik kerjanya dalam proses-imun dapat berupa penghambatan transkripsi dari cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun diperlemah. Khususnya IL-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang dapat dihambat pula oleh efek sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa diinaktifkan atau dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit.
Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.
2.      Mekanisme Kerja dan Pilahan Obat Imunosupresan
Kerja obat imunosupresan berdasarkan penghambatan/supresi reaksi umum secara dini.  Pada gambar 48-3 menunjukkan tempat kerja obat imunosupresan dalam mengatasi  Selain dengan obat, imunosupresi dapat juga diperoleh dengan memanipulasi jumlah Ag dan Ab dalam tubuh.  Penggunaan imunosupresan bertujuan untuk mendapatkan toleransi spesifik (terarah), yaitu toleransi terhadap suatu antigen tertentu saja.  Alasan dikehendakinya suatu toleransi spesifik, dan bukan umum, ialah karena toleransi umum dapat membahayakan individunya; khusunya memudahkan timbulnya penyakit infeksi berat.  Tetapi sayangnya toleransi spesifik seringkali sulit dicapai.  Perlu dimengerti bahwa bila Ag masih terdapat dalam tubuh, reaksi imunologik akan muncul kembali dengan penghentian pemberian imunosupresan.
























Efek imunosupresi dapat dicapai dengan salah satu cara berikut: (1) Menghambat proses fagositosis dan pengolahan Ag menjadi Ag imunogenik oleh makrofag; (2) Menghambat pengenalan Ag oleh sel limfoid imunokompeten; (3) Merusak sel limfoid imunokompeten; (4) Menekan diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, sehingga tidak terbentuk sel plasma penghasil Ab, atau sel T yang tersensitisasi untuk respons imun selular; dan (5) Menghentikan produksi Ab oleh sel plasma, serta melenyapkan sel T yang tersensitisasi yang telah terbentuk.  Beberapa imunosupresan mempengaruhi berbagai reaksi respons imun, umpamanya reaksi inflamasi.
Secara praktis, di klinik penggunaan obat imunosupresan berdasarkan waktu pemberiannya.  Untuk itu respons imun dibagi dalam dua fase.  Fase pertama adalah fase induksi, yang meliputi: (1) Fase pengolahan Ag oleh makrofag, dan pengenalan Ag oleh limfosit imunokompeten; (2) Fase proliferasi dan diferensiasi sel B dan sel T, masing-masing untuk respons imun humoral dan selular.  Fase kedua: fase produksi, yaitu fase sintesis aktif Ab dan limfokin.
Berdasarkan fase-fase tersebut di atas, imunosupresan dibagi dalam tiga kelas.  Imunosupresan kelas I harus diberikan sebelum fase induksi, yaitu sebelum terjadi perangsangan oleh Ag.  Jadi kerjanya adalah merusak limfosit imunokompeten (limfolitik).  Contohnya: alkilator radiomimetic dan kortikosteroid (sinar X juga bekerja pada fase ini).  Jika diberikan setelah terjadi perangsangan oleh Ag, biasanya tidak diperoleh efek imunosupresif sehingga respons imun dapat berlanjut terus.
Imunosupresan kelas II adalah yang harus diberikan dalam fase induksi; biasanya satu atau dua hari setelah perangsangan oleh Ag berlangsung.  Obat golongan ini bekerja menghambat proses diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, misalnya antimetabolit.  Jika diberikan sebelum adanya perangsangan oleh Ag, umumnya tidak memperlihatkan efek imunosupresif; malahan sebaliknya, beberapa obat tersebut justru dapat meningkatkan respons imun, umpamanya azatioprin dan metotreksat.  Bagaimana mekanisme terjadinya hal yang disebut belakangan belum diketahui dengan pasti.
Imunosupresan kelas III memiliki sifat imunosupresan kelas I maupun kelas II.  Jadi golongan ini dapat menghasilkan imunosupresi bila diberikan sebelum maupun sesudah adanya perangsangan oleh Ag.
            Pilahan imunosupresan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Busulfan
L-Melfalan
D-Melfalan
Glukokortikoid:
D.  Prednison
E.   Prednisolon
F.   Glukokortikoid lainnya
Mitomisin C
Kolkisin
Fitohemaglutinin
Sinar-X
Klorambusil
Metotreksat
Azatioprin
6-Merkaptopurin (6-MP)
Sitarabin (ARA-C)
5-Bromo-deoksiuridin (5-BUdR)
5-Fluoro-deoksiuridin (5-FUdR)
5-Fluorourasil (5-FU)
Vinblastin (VBL)
Vinkristin (VCR)
Siklosporin*
Siklofosfamid
Prokarbazin
            *paling efektif bila diberikan bersamaan dengan antigen

Dari obat yang tertera dalam tabel tersebut hanya beberapa saja yang telah lazim digunakan sebagai imunosupresan, yaitu: (1) alkilator: siklofosfamid dan klorambusil; (2) antimetabolit: aztioprin dan 6-merkaptopurin (analog purin), metotreksat (analog folat); (3) kortikosteroid: prednisolon, prednison; dan (4) siklosporin.
Obat yang digunakan sebagai imunosupresan sebagian besar termasuk dalam golongan obat kelas II, contohnya azatioprin, 6-merkaptopurin, klorambusil dan metotreksat.  Efek utama obat kelompok ini ialah menghancurkan sel yang sedang berproliferasi, maka tahap proliferasi dan diferensiasi umumnya merupakan fase yang lebih sensitif daripada tahap lainnya.  Obat-obat ini paling efektif diberikan beberapa hari setelah berlangsungnya stimulasi Ag yaitu pada periode dengan sensitivitas maksimal.
Imunosupresan kelas III yang telah banyak digunakan sampai kini hanyalah sikolofosfamid.  Efek imunosupresif dapat diperoleh bila diberikan sebelum maupun sesudah berlangsungnya stimulasi Ag, tetapi efek ini terkuat pada pemberian beberapa hari setelah stimulasi Ag berlangsung.
Golongan imunosupresan kelas I yang telah digunakan sampai kini hanyalah glukokortikoid, khususnya prednisolon dan prednison.
3.      Obat-obat Imunosupresan
AZATIOPRIN
Nama Generik             :  Imustrum
Nama Dagang             :  Erlimpeks
Golongan                    :  B
Per 5 ml : prebiotik 500 mg, colostrum bovine 250 mg, curcuminoid 2 mg, bubuk dha 32 mg, lysine hci 100 mg, vit b1 3 mg, vit b2 phosphate 2 mg, vit b6 5 mg, vit b12 5 mcg, panthenol 3 mg, nicotinamide 5 mg, vit a 2000 iu, vit d 200 iu, zn (sebagai zn sulfat 7h20) 5 mg.
Indikasi                       : Suplemen suplemen nutrisi dan multi vitamin untuk menjaga sistem  imun dan kesehatan fungsi pencernaan pada anak.
Ds                                : Anak : 4-12 tahun 10 ml 1x /hari  1-4 Tahun  5  ml  1x/hari
Km                              :  Sir 60 Ml Rp.20.000,-

KOLSISIN
ORECOLFAI            Fahrenheit         K
Kolsisin 0,5 mg. In: lihat dosis. Ki: penyakit saluran kemih dan jantung parch, hipersensitif, diskrasia dash, wanita hamil. Es: kemungkinan peningkatan toksisitas i kolsisin pads kasus disfungsi hati hares dipertimbangkan, kelemahan otot, meal, muntah, nyeri perut atau diare, urtikaria, anemia aplastik, agranulositosis, dermatitis, purpura, alopesia, pada dosis toksik menyebabkan diare bent, kerusakan umum pembuluh, dan kerusakan ginjal t disertai hematoria dan oliguria. Ds: artritis gout, arthritis akut: dasis awal, 4,5-1,2 mg; diikute dengan 0,5 mg i setiap 2 jam sampai rasa sakit hilang. Serangan akut: 4 ; 8 mg. Propfilaksis gout: pencegahan, 0,5 mg diberikan' sekali seminggu sampai sekali sehari, km: dos 3x10 tablet rp. 16.500,-

METOTREKSAT
ETHOTREXATE                 Kalbe Farma                 K
Metotreksat. In: koriokarsinoma gestasional, korioadenoma destruens, mola hidatiform. Profilaksis leukemia meningeal pada leukemia limfositik akut & sebagai terapi pemeliharaan dalam kombinasi dengan antikanker lain. Terapi leukemia meningeal. Sebagai terapi tunggal atau kombinasi untuk kanker payudara, kanker epidermoid kepala & leher, kanker paru stadium lanjut (terutama jenis sel kecil & sel skuamosa). Sebagai terapi kombinasi untuk limfoma non hodgkin stadium lanjut. Terapi simtomatik psoriasis berat. Ki: wanita hamil dan menyusui. Alkoholisme, penyakit hati alkoholik, atau penyakit hati kronis lainnya. Pasien dg diskrasia darah. Hipersensitivitas terhadap metotreksat. Perh: pantau toksisitas sumsum tulang, hati, paru, ginjal. Hati-hati pd pasien dg kerusakan fungsi ginjal, ascites, atau efusi pleura. Hati-hati penggunaan bersama ains. Io: preparat asam folat dapat menurunkan respon terapi. Pemberian bersama trimetoprim/sulfametoksazol pernah dilaporkan terjadi peningkatan efek samping-supresi sumsum tulang. Dosis:. Koriokarsinoma & penyakit trofoblastik sejenis: 15-30 mg/hari i.m. Selama 5 had. Ulangi 3-5 kali dengan periode istirahat selama e" 1 minggu. Karsinoma payudara: 40 mg/mz i.v. Pada had ke-1 & 8. Terapi induksi leukemia: 3,3 mg/mz dalam kombinasi dengan 60 mgjmz, diberikan tiap hari. Methotrexate diberikan'bersama antineoplastik lain untuk terapi pemelihara6n, diberikan 2 kali/minggu setiap 14 had. Leukemia meningeal: 200-500 mcg/kgbb intratekal, interval 2-5 had. Psoriasis: 10-25 mg/minggu i.m/i.v. Dosis tunggal. Es,.supresi sumsum tulang & toksisitas gastrointestinal. Dlare. Umfoma malignan. Stomatitis ulseratif, leukoperiamual, ketidaknyaman abdominal. Malaise, fatigue, ,demam & menggigil, penurunan ketahanan terhadap infeksi. Jangka panjang: hepatotoksisitas, fibrosis, sirosis. Km: injeksi 50 mg/2 ml vial rp.55.000.

METHOTREXATE 50 MG/ 2 ML            DBL Tempo SP, DBL        K
Metotreksat 5 mg/2 ml; 50 mg/2 ml tiap vial. In:  kemoterapi antineoplastik. Km: dos 5 vial 5 mg/2 ml rp. ', 54.250,-; 5 vial 50 mg/2 ml rp. 135.550,

METHOTREXATE                         Delta West Pharmacia                  K
Metotreksat 25 mg/ml injeksi dalam 20 ml/2 ml landan steril, isotonik, bebas zat pengawet; 100 mg/ml dalam larutan steril, isotonik, bebas zat pengawet. In: terapi kanker payudara, koriokarsinoma, korioademona destruen, dan hidatidiform mole. Ki. Gangguan fungsi ginjal, gizi buruk, gangguan hati atau paru. Perh: harus diberikan oleh dokter pengalaman, pasien harus diberitahu efek toksik clan bahaya obat; jangan diberikan pada wanita hamil clan menyusui. Es: intoksikasi kulit, darah, sistem urogenital, saluran cerna dan fungsi syaraf. Ds: koriokarsinoma clan penyakit tropoblastik yang sama: 15-30 mg im tiap had selama 5 had; seluruh gejala toksikasi harus sudah hilang, sebelum dimulai paket berikut, biasanya diperlukan 3-5 paket; kanker payudara 10-60 mg/mi, biasanya diberikan bersama dengan obat sitosis lain; leukemia 3,3 mg/m2 secara oral bersama dengan 60 mg/mz prednison. Km: 1 vial 50 mg/2 ml rp. 68.180,-

TEXORATE                         Fahrenheit                     K
Metotreksat 2,5 mg/tablet. In: artritis reumatoid, molahidatidosa, psiroasis, km: dos 100 tablet

SIKLOFOSFAMID

CYCLOPHOSPHAMIDE               KALBE FARMA                             K
Cyclophosphamide. In: Karsinoma paru, karsinoma payudara, karsinoma ovarium. Limfogranulomatosis maligna, limfosarkoma, sarcoma sel retikulum, leukemia serta myeloma multiple. KI: Penyakit sumsum tulang, hipersensitivitas, sistitis hemoragik, wanita hamil & menyusui. Perh: leukopenia, trombositopenia, infiltrasi sel tumor pada sumsum tulang, pernah diterapi dengan agen sitotoksik lainnya atau radioterapi, kerusakan fungsi hati/ginjal.  Dapat memicu sterilitas permanen pada anak-anak.  Hitung sel darah harus dipantau selama terapi. ES: Mual, muntah.  Depresi sumsum tulang (leucopenia, trombositopenia).  Amenorrhea, azospermia, sistitis haemorrhagik steril.  Alopecia.  Fibrosis & karsinoma kandung kemih pernah dilaporkan pada penggunaan jangka panjang.  Disfungsi hati, hiperpigmentasi, ulkus oral.  Ds: Regimen dosis individual.  Dosis rendah 80-240 mg/m2 permukaan tubuh (2-6 mg/kgBB) dosis tunggal per minggu i.v. atau dosis terbagi secara oral.  Dosis menengah: 400-600 mg/m2 (10-15 mg/kgBB) dosis tunggal per minggu i.v.  Dosis tinggi: 800-1600 mg/m2 20-40 mg/kgBB) dosis i.v, interval 10-20 hari.  Km: Injeksi 200 mg vial Rp. 112.000; Injeksi 1000 mg vial Rp. 300.000; Tablet salut gula 50 mg botol 28’s Rp. 100.000.
CYTOXAN   BRISTOL-MYERS SQUIBB                                  K
Siklofosfamid 200 mg/vial injeksi.  In: Keganasan pada sumsum tulang dan jaringan limfoid, adenokarsinoma ovarium, neuroblastoma, retinoblastoma, kanker paru dan payudara.  ES: Neoplasia sekunder, leukemia, anoreksia, mual dan muntah, alopesia, interstitial pulmonary fibrosis dan kardiotoksisitas.  Km: Dos vial 200 mg Rp. 77.000,-
ENDOXAN   BAXTER ONCOLOGY/TRANSFARMA                        K
Siklofosfamid 200 mg; 500 mg; 1 g/vial injeksi; 50 mg/tablet.  In: Karsinoma dan sarcoma (leukemia, limfogranulomatosis, limfosarkoma, retotelial sarkoma, multiple myeloma, mammary carcinoma, ovarian carcinoma).  KI: Kerusakan fungsi sumsum tulang yang parah, trimester pertama kehamilan,sistitis.  ES: Dosis tinggi dapat mengakibatkan leukositopenia, trombositopenia dan anemia.  Ds: Injeksi iv: Sehari 3-6 mg/kgBB.  Tablet: Sehari 1-4 tablet (50-200 mg).  Km: Vial 200 mg Rp. 120.000; vial 500 mg Rp. 262.000; vial 1 g Rp. 380.000; dos 100 tablet Rp. 390.000.
NEOSAR                   KALBE FARMA                             K
Siklofosfamid 50 mg/tablet; 200 mg; 1000 mg/ml injeksi.  In: Antineoplastik.  Km: Botol 25 tablet 50 mg Rp. 66.000,-; 1 vial 200 mg Rp. 60.500,-; 1 vial 1000 mg Rp. 225.500,-

SIKLOSPORIN
SANDIMMUN                       SANDOZ                        K
Siklosporin 100 mg/ml larutan obat minum; 25 mg; 50 mg; 100 mg/kapsul; 50 mg/ml konsentrat infuse intravena (mengandung polyoxyethylated castor oil).  In: Transplantasi organ (ginjal, hati dan jantung).  Km: 5x10 kapsul lunak 25 mg Rp. 694.240,-; 5x10 kapsul lunak 50 mg Rp. 1.248.485,-; 5x10 kapsul lunak 100 mg Rp. 2.339.900,-; botol 50 ml larutan obat minum 100 mg/ml Rp. 2.841.685,-; dos 10 ampul konsentrat infus intravena 50 mg/ml Rp. 332.380,-; 10 ampul konsentrat infus intravena 250 mg/ml Rp. 1.796.150,-
VINKRISTIN
KREBIN                          KALBE FARMA                                   K
Vinkristin sulfat 1 mg; 2 mg/ml injeksi.  In: Antineoplastik.  Km: 1 vial 1 mg Rp. 117.000,-; 1 vial 2 mg Rp. 187.000,-
VINCRISTINE               DELTA WEST PHARMACIA                        K
Vinkristin 1 mg/ml; 2 mg/2 ml injeksi.  In: Terapi kombinasi pengobatan leukemia limpoblastik akut (terutama pada anak), kanker limfa, rabdomiosarkoma, neuroblastoma, tumor Wilm, sarkoma osteogenik, mikosis fungoides, sarkoma Ewing, kanker rahim atau payudara, malignan melanoma, kanker paru dan tumor organ seks pada anak.  Ds: Intravena: Anak, 1,5-2,0 mg/m2; dewasa 0,4-1,4 mg/m2.  Km: Vial 1 mg/ml Rp. 93.180,-; 2 mg/m2 ml Rp. 165.910,-
VINCRISTINE                     KALBE FARMA                             K
Vinkristin sulfat.  In: Sebagai komponen kemoterapi kombinasi leukemia akut.  Kombinasi dengan kemoterapi lain untuk limfoma Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, neuroblastoma, rhabdomyosarkoma, sarcoma osteogenik, sarkoma Ewing, mycosis fungoides, tumor Wilm, karsinoma payudara, serviks paru.  Terapi idiopathic trombocytopenic purpura yang refrakter terhadap kortikosteroid dan spelenektomi.  KI: Sindrom Charcot Marie-Tooth.  Pasien yang menerima terapi radiasi meliputi liver.  Perh: Tidak boleh diberikan secara i.m. atau s.c.  Hati-hati terjadinya kompilkasi leucopenia.  Hati-hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.  Disarankan tidak menyusui selama menggunakan obat ini.  Sesuaikan dosis pada penderita penyakit hati atau jaundice.  ES: Neurotoksisitas, umumnya berupa neuropati perifer.  Penurunan reflex tendon dalam, parestesia perifer.  Toksisitas autonom: konstipasi, ileus paralitik, gangguan fungus saluran kemih, gangguan berkeringat, hipotensi ortostatik, kontraksi mioklonik.  Toksisitas sistem syaraf pusat.  Alopesia.  Mielosupresi jarang terjadi pada dosis lazim.  Mual, muntah, diare, stomatitis.  IO: Allopurinol.  Obat-obat yang bekerja pada sistem syaraf perifer.  Metotreksat.  Ds: Dosis lazim: Anak-anak: 1,5-2 mg/m2.  Dewasa: 0,4-1,4 mg/m2.  Dapat diberikan dengan infuse i.v. atau injeksi langsung selama 1 menit.  Km: Injeksi 1 mg vial 1 ml Rp. 101.200. Injeksi 2 mg vial 2 ml Rp. 195.000,-
B.     Hematologi
1.      Pengertian Hematologi
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang marfologi darah dan jaringan pembentuk darah. Hematinik adalah obat yang digunakkan  merah.
2.      Contoh – Contoh Obat Hematologi
Antianemia Hipokromik
a.       Besi Dan Garam-Garamnya
FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan klorosis, anemia akibat defisiensi Fe. Bangsa Yunani dan India telah menggunakan bahan-bahan yang mengandung Fe untuk mendapatkan tentara yang kuat.


b.      Distribusi Dalam Tubuh
Tubuh manusia sehat mengandung ±3,5gr Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organic, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada (1) hemoglobin ±66% ; (2)mioglobin 3% ; (3) enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitikromoksidase, subsinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%, dan (4) pada transferin 0,1%. Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita hanya 200-400mg, sedangkan pada pria kira-kira 1gr.
c.       Farmakokinetik
Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum ; makin ke distal absorbsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah di absorbsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah di absorbsi akan di ubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion fero akan masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin, atau di ubah menjadi feritin dan di simpan dalam sel mukosa usus. Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru di serap akan segera di angkut dari sel mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Absorbsi dapat di tingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCL, sucsinat dan senyawa asam lain. Absorbsi ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya eritropoesis.
Transport. Setelah di absorbsi, Fe dalam darah akan di ikat oleh transferin (siderifilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian di angkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Selain transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.
Ekskresi. Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1mg/hari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang berkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang di potong. Pada wanita usia subur siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang di ekskresi sehubungan dengan haid di perkirakan sebanyak 0,5-1mg/hari.
d.      Kebutuhan Besi
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap pagi dipengruhi oleh berbagai factor. Faktor umur, jenis kelamin (sehubungan dengan kehamilan dan laktasi pada wanita) dan jumlah darah dalam badan (dalam hal ini Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan depot Fe memegang peran yang penting pula. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan bahwa seorang laki-laki dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg, dan wanita memerlukan 12 mg sehari.sedangkan wanita hamil dan menyusui di perlukan tambahan asupan 5 mg sehari. Bila kekurangan, akibatnya timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absorpsi yang jelek, perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat.
e.       Sumber Alam
Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100g) adalah hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang, kacang-kacangan dan buah-buahan kering tertentu. Makanan yang mengandung besi dalam jumlah sedang (1-5 mg/100g) termasuk diantaranya daging, ikan, unggas, sayun yang berwarna hijau dan biji-bijian. Sedangkan susu atau produknya, dan syuran yang kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g).


f.       Efek Nonterapi
Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (±7-20%), konstipasi (±10%), diare (±5%) dan kolik. Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan local pada pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan local sering sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV. Selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada 0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapat terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardi, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing, dan kolaps sirkulasi. Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam ½ sampai 24 jam setelah suntikan misalnya sinkope, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan dan ensefalopatia.
Intoksikasi akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 gram. Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejala yang timbul seringkali berua mual, muntah, diare, hematemesis, serta feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna, syok, dan akhirnya kolaps. Kardiovaskulardengan bahaya kematian. Gejla keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: Pertama-tama diusahakan agar penderita muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Intoksitasi menahun dapat mengakibatkan hemosiderosis.



Obat Lain
a.       Riboflavin
Riboflavin (vit. B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan flavin-adenin dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavor-protein dalam pernapasan sel. Anemia defisiensi Riboflavin banyak terdapat pada malnutrisi protein kalori, di mana ternyata factor defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan penyakit.
b.      Piridoksin
Vit. B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada keadaan ini absorpsi Fe meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi hiperteremia, sedangkan daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.
c.       Cobalt
Defisiensi kobal belum pernah dilaporkan pada manusia. Kobalt dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui.
d.      Tembaga
Hingga sekarang belum ada kenyataan yang menunjukkan pentingnya penambahan Cu baik dalam makanan ataupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi.

Antianemia Megaloblastik
Pembentukan eritrosit oleh tulang memerlukan sianokobalamin dan asam folat. Kekurangan salah satu atau ke dua faktor ini dapat menyebabkan anemia disertai dengan dilepasnya eritrosit muda ke sirkulasi (eritrosit dengan inti dan kekurangan B12 atau asam folat yang disebabkan oleh kurangnya asupan, terganggunya absorbsi, terganggunya utilisasi, meningkatnya kebutuhan, destruksi yang berkelebihan atau ekskresi yang meningkat). Defisiensi sianokobalamin dapat menimbulkan anemia megaloblastik yang disertai gangguan neurologik.
a.       Sianokobalamin (Vit B12)
Sianokobalimin (vitamin B12) merupakan satu-satunya kelompok senyawa alam yang mengandung unsur CO dengan struktur yang mirip derivat porfirin. Sianokobalamin yang aktif dalam tubuh manusia adalah deoksiadenosil kobalamin dan metil kobalamin. Dengan demikian sianokobalamin dan hidroksokobalamin yang terdapat dalam obat serta kobalamin air dalam makanan harus diubah menjadi bentuk aktif ini.
1)      Fungsi Metabolik
Vitamin B12 bersama asam folat sangat penting untuk  metabolisme intrasel. Pada rangkaian reaksi ini vitamin B12 terdapat sebagai koenzim B12 yang aktif yaitu 5- deoksiadenosilbalamin Silkobalamin dan metal kobalamin. Yang pertama merupakan unsure penting dalam reaksi enzimatik di mitokondria, sedangkan metilkobalamin diperlukan sebagai donor metil pada pembentukan metiolin dan derifatnya dari homosistein. Kelainan neurologi pada defisiensi vitamin B12 diduga karena kerusakan pada sarung mielin.
2)      Defisiensi Vitamin B12
Defisiensi kobalamin ditandai dengan hematopoesis, gangguan neurologi, kerusakn sel epitel, terutama epitel saluran cerna, dan debilitas umum. Defisiensi vitamin B12 pada orang dewasa lebih sering disebabkan oleh gangguan reabsorbsinya, misalnya pada defisiensi vitamin B12 yang klasik yang disebut anemia pernisiosa Addison. Pada penyakit tersebut terjadi kegagalan sekresi factor intrinsic castle oleh sel parietal lambung yang berfungsi dalam absorbs vitamin B12 di ileum.
3)      Kebutuhanvitamin B12
Kebutuhan vitamin B12 bagi orang sehat kira-kira 1 µg sehari yaitu sesuai dengan jumlah yang diekskresi oleh tubuh. Setiap hari tubuh akan mengeluarkan 3-7 µg sehari kedalam saluran empedu, sebagian besar akan di reabsorbsi melalui usus dan hanya 1 µg yang tidak direabsorbsi. Pada anemia perniasiosa dimana factor intrinsic castle berkurang atau tidak ada, kebutuhan ini akaan meningkat sebab apa yang dikeluarkan melalui saluran empedu tidak dapat direabsorbsi.
4)      Sumber Vitamin B12 Alami
Sumber asli satu-satunya untuk vitamin B12 adalah mikroorganisme. Bakteri dalam kolon manusia juga membentukvitamin B12, tetapi tidak berguna untuk memenuhi kebutuhan individu yang bersangkutan sebab absorbs vitamin B12 terutama berlangsung dalam ileum. Sumber untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah makanan hewani. Vitamin B12 dalam makanan manusia juga terikat pada protein, tetapi akan dibebaskan pada proses proteolisis. Jenis makanan yang kaya akan vitamin B12 adalah jeroan (hati, ginjal, jantung) dan kerang.
5)      Farmakokinetik
Absorbsi. Sianokobalamin diabsorbsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK.  Hidroksokobalamin dalam koenzim B12 lebih lambat di absorbs karena ikatannya yang lebih kuat dengan protein.
Absorbsi dengan perantara FIC. Sangat penting dan sebagian besar anemia megaloblastik disebabkan oleh gangguan mekanisme ini. FIC hanya mampu mengikat sejumlah 1,5-3 mcg vitamin B12.kompleks ini masuk ke ileum dan disini melekat pada reseptor khusus disel mukosa ileum untuk diabsorbsi. Intrinsic konsentrat (eksegen) yang diberikan bersama vitamin B12 hanya berguna untuk penderita yang kurang mensekresi FIC dan penderita menolak untuk disuntik .
Absorbsi secara langsung, tidak begitu penting karena baru terjadi kadar B12 yang tinggi, dan berlangsung secara difusi.
Transport, setelah diabsorbsi hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan protein plasma. Sebagian besar terikat pada betaglobulin (transkobalamin II), sisanya terikat pada alfaglikoprotein (transkobalamin I) dan interalfa glikoprotein (transkobalamin III).

C.    Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit
1.      Umur :
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2.      Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
3.      Diet
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
4.      Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5.      Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya : 
a.       Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b.      Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
c.       Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
6.      Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
7.      Pengobatan :
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
8.      Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.

D.    Obat Yang Mempengaruhi Cairan dan Elektrolit
1.      Cairan hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah nacl 45% dan dekstrosa 2,5%.
2.      Cairan Isotonik
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan ringer-laktat (rl), dan normal saline/larutan garam fisiologis (nacl 0,9%).
3.      Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya dextrose 5%, nacl 45% hipertonik, dextrose 5%+ringer-lactate, dextrose 5%+nacl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
1.      Kristaloid:
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya ringer-laktat dan garam fisiologis.
2.      Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.

Jenis-Jenis Cairan Infus
1.      Asering
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (dhf), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
·         Na 130 meq
·         K 4 meq
·         Cl 109 meq
·         Ca 3 meq
·         Asetat (garam) 28 meq
Keunggulan:
a.       Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
b.      Pada pemberian sebelum operasi sesar, ra mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding rl pada neonates
c.       Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
d.      Mempunyai efek vasodilator
e.       Pada kasus stroke akut, penambahan mgso4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml ra, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral
2.      Ka-en 1b
Indikasi:
a.       Sebagai Larutan Awal Bila Status Elektrolit Pasien Belum Diketahui, Misal Pada Kasus Emergensi (Dehidrasi Karena Asupan Oral Tidak Memadai, Demam)
b.      < 24 jam pasca operasi
c.       Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara iv. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
d.      Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
3.      Ka-en 3a & ka-en 3b
Indikasi:
a.      Larutan Rumatan Nasional Untuk Memenuhi Kebutuhan Harian Air Dan Elektrolit Dengan Kandungan Kalium Cukup Untuk Mengganti Ekskresi Harian, Pada Keadaan Asupan Oral Terbatas
b.      Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c.       Mensuplai kalium sebesar 10 meq/l untuk ka-en 3a
d.      Mensuplai kalium sebesar 20 meq/l untuk ka-en 3b
4.      Ka-en mg3
Indikasi :
a.       Larutan Rumatan Nasional Untuk Memenuhi Kebutuhan Harian Air Dan Elektrolit Dengan Kandungan Kalium Cukup Untuk Mengganti Ekskresi Harian, Pada Keadaan Asupan Oral Terbatas
b.      Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c.       Mensuplai kalium 20 meq/l
d.      Rumatan untuk kasus dimana suplemen npc dibutuhkan 400 kcal/l

5.      Ka-en 4a
Indikasi :
a.       Merupakan Larutan Infus Rumatan Untuk Bayi Dan Anak
b.      Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
c.       Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
a.       Na 30 meq/l
b.       K 0 meq/l
c.        Cl 20 meq/l
d.       Laktat 10 meq/l
e.        Glukosa 40 gr/l
6.      Ka-en 4b
Indikasi:
a.       Merupakan Larutan Infus Rumatan Untuk Bayi Dan Anak Usia Kurang 3 Tahun
b.      Mensuplai 8 meq/l kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
c.       Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
a.      Na 30 meq/l
b.      K 8 meq/l
c.       Cl 28 meq/l
d.      Laktat 10 meq/l
e.       Glukosa 37,5 gr/l
7.      Otsu-ns
Indikasi:
a.       Untuk Resusitasi
b.      Kehilangan na > cl, misal diare
c.       Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
8.      Otsu-rl
Indikasi:
a.       Resusitasi
b.      Suplai ion bikarbonat
c.       Asidosis metabolic
9.      Martos-10
Indikasi:
a.       Suplai Air Dan Karbohidrat Secara Parenteral Pada Penderita Diabetik
b.      Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
c.       Dosis: 0,3 gr/kg bb/jam
d.      Mengandung 400 kcal/l
10.  Amiparen
Indikasi:
a.       Stres Metabolik Berat
b.      Luka bakar
c.       Infeksi berat
d.      Kwasiokor
e.       Pasca operasi
f.       Total parenteral nutrition
g.      Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
11.  Aminovel-600
Indikasi:
a.       Nutrisi Tambahan Pada Gangguan Saluran Gi
b.      Penderita gi yang dipuasakan
c.       Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
d.      Stres metabolik sedang
e.       Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)


12.  Pan-amin g
Indikasi:
a.       Suplai Asam Amino Pada Hiponatremia Dan Stres Metabolik Ringan
b.      Nitrisi dini pasca operasi
c.       Tifoid



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dalam ilmu kedokteran, imunitas pada mulanya berarti resistensi relative terhadap suatu mikroorganisme.  Resistensi terbentuk berdasarkan respons imunologik.  Selain membentuk resistensi terhadap suatu infeksi, respons imun juga dapat mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit.  Oleh karena itu, pada masa sekarang arti respons imun sudah lebih luas yang pada dasarnya mencakup pengertian pengaruh zat atau benda asing bagi suatu makhluk hidup, dengan segala rangkaian kejadian yang melibatkan sistem retikuloendotelial.  Rangkaian kejadian yang dimaksud mencakup netralisasi, metabolisme ataupun penyingkiran zat asing tersebut dengan atau tanpa akibat berupa gangguan pada makhluk hidup yang bersangkutan.
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker. immunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem imun dengan jalan interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut. titik kerjanya dalam proses-imun dapat berupa penghambatan transkripsi dari cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun diperlemah. khususnya il-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang dapat dihambat pula oleh efek sitostatis langsung. lagi pula t-cells bisa diinaktifkan atau dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit.

B.     Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pembaca khususnya mahasiswa keperawatan terutama pengaplikasiannya dalam dunia kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

 Anief, Mohammad. 1993. Penggolongan obat berdasarkan khasiat dan penggunaan. Yogyakarta : ugm press.

Depkes ri. 2000. Informatorium obat nasional indonesia. Jakarta : cv. Sagung seto.

Ganiswara, E. Sulistia, dkk. 1995. Farmakologi Dan Terapi. Universitas Indonesia: Fakultas Kedokteran.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2009-2010.  ISO (Informasi Spesialite Obat) Indonesia Volume 44.  Berlico Mulia Farma: Yogyakarta.
Ketut, Ritiasa. 2007. Info Obat Indonesia. PT. Eranti Agratama: Jakarta.

Robert. 1981. Pedoman pengobatan. Yayasan essentia medica.

Woodley, Michele. 1995. Pedoman pengobatan. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar