BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Dalam setiap tatanan, perawat professional harus mempunyai 6
tanggung jawab yang harus dilaksanakan (Chitty, 1997). Keenam tanggung jawab
tersebut meliputi praktek keperawatan, peningkatan kualitas, riset, pendidikan
(kompetensi), manajemen dan change agent. Setiap tanggung jawab tersebut
mempunyai bobot yang sama untuk dikerjakan, tergantung jabatan yang diemban,
misalnya sebagai staf perawat mempunyai tanggung jawab utama dalam lingkup
pemberian asuhan keperawatan dan peningkatan kualitas. Mereka juga mempunyai
tanggung jawab lainnya, misalnya memberikan masukan kepada manajer, terlibat
dalam penelitian, desiminasi dan aplikasi hasil penelitian.
1.2.TUJUAN
TUJUAN
UMUM
Agar
mahasiswa dapat memahami mengenai konsep tentang tanggung jawab profesional
TUJUAN KHUSUS
Agar
mahasiswa dapat memahami
a.
Konsep professional
b.
Tanggung jawab professional
1.3. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika
penulisan dalam makalah ini terdiri dari
Kata
Pengantar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Tanggung Jawab
(Responsibility)
2.2.
Tanggung
Gugat (Accountability)
2.3. Masalah
Etik dan Moral Keperawatan
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.2. Saran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Responsibility (Barbara kozier dalam Fundamental of nursing 1983:25)
Responsibility means : Reliability and thrustworthiness. This
attribute indicates that the professional nurse carries out required nursing
activities conscientiously and that nurse’s actions are honestly reported
(Koziers, 1983:25)
Tanggung
jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukan
bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan
kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa perawat
bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang relevan
dengan disiplin ilmunya.
Kepercayaan
tumbuh dalam diri klien, karena kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin
bahwa perawat yang merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang
berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas dalam sikap,
keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompetensi.
Beberapa
cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung jawabnya :
1.
Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset)
Contoh
: “Mohon maaf bu demi kenyamanan
ibu dan kesehatan ibu saya akan mengganti balutan atau mengganti spreinya”.
2.
Bila
perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia memberikan penjelasan
dengan ramah kepada kliennya (explanantion about the delay).
Misalnya
:“Mohon maaf pak saya
memprioritaskan dulu klien yang gawat dan darurat sehingga harus meninggalkan
bapak sejenak”.
3.
Menunjukan
kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukkan dengan perilaku perawat. misalnya mengucapkan
salam, tersenyum, membungkuk, bersalaman dsb.
4.
Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects the patiens desires) bukan pada kepentingan atau
keinginan perawat.
Misalnya
“Coba ibu jelaskan bagaimana
perasaan ibu saat ini”. Sedangkan apabila perawat berorientasi pada kepentingan perawat :
“ Apakah bapak tidak paham bahwa
pekerjaan saya itu banyak, dari pagi sampai siang, mohon pengertiannya pak,
jangan mau dilayani terus”
5.
Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud
menghina (derogatory).
Misalnya “ pasien yang ini mungkin harapan sembuhnya lebih kecil dibanding
pasien yang tadi”
6.
Menerima
sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut pandang klien (see the patient point of view).
Misalnya
perawat tetap bersikap bijaksana saat klien menyatakan bahwa obatnya tidak
cocok atau diagnosanya mungkin salah.
B. Pengertian
Tanggung jawab perawat menurut ANA
Responsibility adalah : Penerapan ketentuan hukum (eksekusi) terhadap tugas-tugas
yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam
Pengetahuan, Sikap dan bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985).
Menurut
pengertian tersebut, agar memiliki tanggung jawab maka perawat diberikan
ketentuan hukum dengan maksud
agar pelayanan perawatannya tetap sesuai standar. Misalnya hukum mengatur
apabila perawat melakukan kegiatan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan pungutan
liar dsb. Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman (punishment) secara hukum kalau perawat
terbukti bersalah atau melanggar hukum.
C. Pengertian
Responsibility menurut Berten , (1993:133)
Responsibility : Keharusan seseorang sebagai mahluk rasional dan bebas untuk
tidak. Mengelak serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara
retrosfektif atau prosfektif (Bertens, 1993:133).
Berdasarkan
pengertain di atas tanggung jawab diartikan sebagai kesiapan memberikan jawaban
atas tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada masa lalu atau
tindakan yang akan berakibat di masa yang akan datang. Misalnya bila perawat
dengan sengaja memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan klien maka akan
berdampak pada masa depan klien. Klien tidak akan punya keturunan padahal
memiliki keturunan adalah hak semua manusia. Perawat secara retrospektif harus
bisa mempertanggung-jawabkan meskipun tindakan perawat tersebut diangap benar
menurut pertimbangan medis.
D. Jenis
tanggung jawab perawat
Tanggung
jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi
sebagai berikut :
1. Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap
Tuhannya)
2. Responsibility to Client and
Society (tanggung
jawab terhadap klien dan masyarakat)
3. Responsibility to Colleague and
Supervisor (tanggung
jawab terhadap rekan sejawat dan atasan)
E. Tanggung
jawab perawat terhadap Tuhannya saat merawat klien
Dalam sudut
pandang etika Normatif, tanggung jawab perawat yang paling utama adalah tanggung
jawab di hadapan Tuhannya. Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati akan dimintai
pertanggung jawabannya di hadapan Tuhan. Dalam sudut pandang Etik pertanggung jawaban
perawat terhadap Tuhannya terutama yang menyangkut hal-hal berikut ini :
1.
Apakah
perawat berangkat menuju tugasnya dengan niat ikhlas karena Allah ?
2.
Apakah
perawat mendo’akan klien selama dirawat dan memohon kepada Allah untuk kesembuhannya
?
3.
Apakah
perawat mengajarkan kepada klien hikmah dari sakit ?
4.
Apakah
perawat menjelaskan mafaat do’a untuk kesembuhannya ?
5.
Apakah
perawat memfasilitasi klien untuk beribadah selama di RS?
6.
Apakah
perawat melakukan kolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien?
7.
Apakah
perawat mengantarkan klien dalam sakaratul maut menuju Khusnul khotimah?
F. Tanggung
Jawab (Responsibility) perawat terhadap klien.
Tanggung
jawab merupakan aspek penting dalam etika perawat. Tanggung jawab adalah kesediaan
seseorang untuk menyiapkan diri dalam menghadapi resiko terburuk sekalipun, memberikan
kompensasi atau informasi terhadap apa-apa yang sudah dilakukannya dalam melaksanakan
tugas.
Tanggung
jawab seringkali bersipat retrospektif, artinya selalu berorientasi pada
perilaku perawat di masa lalu atau sesuatu yang sudah dilakukan. Tanggung jawab
perawat terhadap klien berfokus pada apa-apa yang sudah dilakukan perawat
terhadap kliennya.
Perawat
dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakannya khususnya selama melaksanakan
tugas di rumah sakit, puskesmas, panti, klinik atau masyarakat. Meskipun tidak dalam
rangka tugas atau tidak sedang meklaksanakan dinas, perawat dituntut untuk
bertangung jawab dalam tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat
memiliki peran dan fungsi yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan
sumpah perawat bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya.
Contoh
bentuk tanggung jawab perawat selama dinas; mengenal kondisi kliennya, melakukan
operan, memberikan perawatan selama jam dinas, tanggung jawab dalam mendokumentasikan,
bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan klien, jumlah klien yang sesuai
dengan catatan dan pengawasannya, kadang-kadang ada klien pulang paksa atau
pulang tanpa pemberitahuan, bertanggung jawab bila ada klien tiba-tiba tensinya
drop tanpa sepengetahuan perawat. dsb.
Tanggung
jawab perawat erat kaitanya dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara umum
adalah memenuhi kebutuhan dasar. Peran penting perawat adalah memberikan
pelayanan perawatan (care)
atau memberikan perawatan (caring).
Tugas perawat bukan untuk mengobati (cure).
Dalam pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari
profesi lain seperti dokter, farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk
tugas-tugas yang bukan tugas perwat seperti pemberian obat maka tanggung jawab
tersebut seringkali dikaitkan dengan siapa yang memberikan tugas tersebut atau
dengan siapa ia berkolaborasi. Dalam kasus kesalahan pemberian obat maka
perawat harus turut bertanggung-jawab, meskipun tanggung jawab utama ada pada pemberi
tugas atau atasan perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath Superior. Istilah tersebut merujuk pada
tanggung jawab atasan terhadap perilaku salah yang dibuat bawahannya sebagai
akibat dari kesalahan dalam pendelegasian. Sebelum melakukan pendelegasian
seorang pimpinan atau ketua tim yang ditunjuk misalnya dokter harus melihat pendidikan,
skill, loyalitas, pengalaman dan kompetensi perawat agar tidak melakukan
kesalahan dan bisa bertanggung jawab bila salah melaksanakan pendelegasian.
Dalam
pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami tanggung
jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia.
Konsep
Kebutuhan Dasar yang paling terkenal salah satunya menurut Maslow sebagai
berikut :
Gambar 1. Konsep Kebutuhan Dasar
Manusia Menurut Abraham Maslow.
Berdasarkan
konsep kebutuhan dasar tersebut, perawat memegang tanggung jawab dalam memenuhi
kebutuhan dasar klien. Perawat diharapkan memandang klien sebagai mahluk unik yang
komprehensif dalam memberikan perawatan. Komprehensif artinya dalam memenuhi kebutuhan
dasar klien, tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya
saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. sebagai contoh ketika merawat
klien fraktur perawat tidak hanya memenuhi kebutuhan istirahat, rasa nyaman dan
terhindar dari nyeri (sleep and comport need), tetapi memandang klien sebagai mahluk utuh yang berdampak pada
gangguan psikologisnya seperti cemas, takut, sedih, terasing sebagai dampak dari
fraktur, atau masalah-masalah sosial seperti (tidak bisa bekerja, rindu pada
keluarga, terpisah dari teman, sampai masalah spiritual seperti berburuk sangka
pada Allah, tidak mau berdo’a dan perasaan berdosa.
Etika
perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam
pandangan etika keperawatan
perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap-tugastugasnya terutama keharusan memandang manusia
sebagai mahluk yang utuh dan unik. Utuh artinya memiliki kebutuhan dasar yang
kompleks dan saling berkaitan antara kebutuhan satu dengan lainnya, unik
artinya setiap individu bersipat khas dan tidak bisa disamakan dengan individu
lainnya sehingga memerlukan pendekatan khusus kasus per kasus, karena klien
memiliki riwayat kelahiran, riwayat masa anak, pendidikan, hobby, pola asuh, lingkungan,
pengalaman traumatik, dan cita-cita yang berbeda. Kemampuan perawat memahami
riwayat hidup klien yang berbeda-beda dikenal dengan Ability to know Life span
History dan
kemampuan perawat dalam memandang individu dalam rentang yang panjang dan
berlainan dikenal dengan Holistic.
G.
Tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat dan atasan
Ada
beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab perawat terhadap rekan
sejawat atau atasan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Membuat
pencatatan yang lengkap (pendokumentasian) tentang kapan melakukan tindakan keperawatan,
berapa kali, dimana dengan cara apa dan siapa yang melakukan. Misalnya perawat
A melakuan pemasangan infus pada lengan kanan vena brchialis, dan pemberian cairan RL sebanyak 5 labu, infus dicabut malam
senin tanggal 30 juni 2007 jam 21.00. keadaan umum klien Compos Mentis, T=120/80 mmHg, N=80x/m, R=28x/m
S=37C.kemudian dibubuhi tanda tangan dan nama jelas perawat.
2.
Mengajarkan
pengetahuan perawat terhadap perawat lain yang belum mampu atau belum mahir
melakukannya. Misalnya perawat belum mahir memasang EKG diajar oleh perawat yang
sudah mahir. Untuk melindungi masyarakat dari kesalahan, perawat baru dilatih
oleh perawat senior yang sudah mahir, meskipun secara akademik sudah dinyatakan
kompeten tetapi kondisi lingkungan dan lapangan seringkali menuntut adaptasi
khusus.
3.
Memberikan
teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan atau menyalahi standar. Perawat
bertanggung jawab bila perawat lain merokok di ruangan, memalsukan obat, mengambil
barang klien yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang di luar
prosedur resmi, melakukan tindakan keperawatan di luar standar, misalnya
memasang NGT tanpa menjaga sterilitas.
4.
Memberikan
kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang dialami klien. Bila terjadi gugatan
akibat kasus-kasus malpraktek seperti aborsi, infeski nosokomial, kesalahan diagnostik,
kesalahan pemberian obat, klien terjatuh, overhidrasi, keracunan obat, over
dosis dsb. Perawat berkewajiban untuk menjadi saksi dengan menyertakan
bukti-bukti yang memadai.
TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY)
Akontabiliti
dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu
keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat
hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia
menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan profesinya. Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan
atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengajukan tiga
pertanyaan berikut :
1.
Kepada
siap tanggung gugat itu ditujukan
2.
Apa
saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
3.
Dengan
kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
A. Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan?
Sebagai
tenaga perawat kesehatan prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien,
sedangkan sebagai pekerja atau karyawan perawat memilki tanggung jawab terhadap
direktur, sebagai profesional perawat memilki tanggung gugat terhadap ikatan
profesi dan sebagai anggota team kesehatan perawat memiliki tanggung gugat
terhadap ketua tim biasanya dokter sebagai contoh perawat memberikan injeksi
terhadap klien. Injeksi ditentukan berdasarkan advis dan kolaborasi dengan
dokter, perawat membuat daftar biaya dari tindakan dan pengobatan yang diberikan
yang harus dibayarkan ke pihak rumah sakit. Dalam contoh tersebut perawat memiliki
tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya.
B. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
Perawat
memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya
mulai dari mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan pulang. Hal ini
bisa diobservasi atau diukur kinerjanya.
C. Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
Ikatan
perawat, PPNI atau Asosiasi perawat atau Asosiasi Rumah sakit telah menyusun standar
yang memiliki krirteria-kriteria tertentu dengan cara membandingkan apa-apa
yang dikerjakan perawat dengan standar yang tercantum.baik itu dalam input,
proses atau outputnya. Misalnya apakah perawat mencuci tangan sesuai standar
melalui 5 tahap yaitu. Mencuci kuku, telapak tangan, punggung tangan, pakai
sabun di air mengalir selama 3 kali dsb.
MASALAH ETIK DAN MORAL DALAM
KEPERAWATAN
Menurut
Rosdahal, 1999: 45-46, masalah isu etik dan moral yang sering terjadi dalam
praktek keperawatan professional meliputi :
A. Organ transplantation (transplantasi organ).
Banyak
sekali kasus dimana tim kesehatan berhasil mencangkokan organ terhadap klien
yang membutuhkan. Dalam kasus tumor ginjal, truma ginjal atau gagal ginjal CRF
(chronic Renal Failure), ginjal dari donor
ditransplantasikan kepada ginjal penerima (recipient). Masalah etik yang muncul adalah apakah organ donor bisa
diperjual-belikan?, bagaimana dengan hak donor untuk hidup sehat dan sempurna,
apakah kita tidak berkewajiban untuk menolong orang yang membutuhkan padahal
kita bisa bertahan dengan satu ginjal. Apakah si penerima berhak untuk mendapatkan
organ orang lain, bagaiman dengan tim operasi yang melakukanya apakah sesuai dengan
kode etik profesi?, bagaimana dengan organ orang yang sudah meninggal, apakah diperbolehkan
orang mati diambil organnya?. Semua penelaahan donor organ harus diteliti dengan
kajian majelis etik yang terdiri dari para ahli di bidangnya. Majelis etik bisa
terdiri atas pakar terdiri dari dokter, pakar keperawatan, pakar agama, pakar
hukum atau pakar ilmu sosial.
Secara
medis ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan donor organ tersebut.
Diantaranya adalah memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok
anatara Donor dan resipien, tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen dan
antibodi oleh resipien, harus dipastikan apakah sirkulasi, perfusi dan
metabolisme organ masih berjalan dengan baik dan belum mengalami kematian
(nekrosis). Hal ini akan berkaitan dengan isu mati klinis dan informed consent. Perlu adanya saksi yang
disahkan secara hukum bahwa organ seseorang atau keluarganya didonorkan pada
keluarga lain agar dikemudian hari tidak ada masalah hukum.
Biasanya
ada sertifikat yang menyertai bahwa organ tersebut sah dan legal. Pada
kenyataannya perangkat hokum dan undang-undang mengenai donor organ di
Indonesia belum selengkap di luar negeri sehingga operasi donor organ untuk
klien Indonesia lebih banyak dilakukan di Singapur, China atau Hongkong.
Menurut
Cholil Uman (1994), Pencangkokan adalah pemindhan organ tubuh yang mempunyai
daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak
berfungsidengan baik, yangapabila apabila diobati dengan prosedur medis biasa.
Harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 tipe donor organ tubuh ;
1.
Donor
dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memrlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan
kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk menghindari
kegagalan karena penolakan trubuh oleh resipien dan untk mencegah resiko bagi
donor.
2.
Donor
dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege: Untuk tipe ini pengambilan
organ donor memrlukan alat control kehidupan misalnya alat Bantu pernafasan
khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organ selesai. Penentuan kriteria
mati secara yuridis dan medis harus jelas. Apakah kriteria mati itu ditandai
dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan atau berhentinya fungsi otak?,
masalah etik ini harus jelas menjadi pegangan dokter agar di kemudian hari
dokter tidak digugat ssebagi pembunuh berencana oleh keluarga bersangkitan
sehubugan dengan praktek transplantasi itu.
3.
Donor
dalam keadaan mati; Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal
menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secra medis dan yuridis. Dalam
pandangan etik normatik (yang bersumber dari agam), transplantasi organ tubuh termasuk
masalah ijtihad, karena tidak terdapat hukumnya secra eksplisit dalam Al-Qur’an
dan Sunah. Masalah ini termasuk masalah kompleks yang harus ditanmgani oleh multidisipliner
(kedokteran, biologi, hokum, etika, agama).
Pandangan keperawatan Islam terhadap
tipe 1 dimana donor dalam keadaan hidup sehat seperti mata, ginjal, jantung,
korne mata, sangat dilarang hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-baqarah
ayat 195 “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. Menghindari
kerusakan harus didahulukan daripada mengambil kemanfaatan”. Artinya menolong
orang dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yang berakibat fatal bagi
dirinya tidak diperbolehkan.
Pandangan keperawatan islam
terhadap donor tipe 2 ; apabila pencangkokan pada mata, ginjal, jantung, dari
donor dalam keadaan koma atau hampir meninggal, hal ini juga dilarang karena ia
telah membuat mudarat kepada donor yang menyebebakan mempercepat kematiannya.
Hal ini sesuai dengan Hadit Riwayat malik : “Tidak boleh ,membuat mudarat pada dirinya dan tidak
boleh membikin mudarat pada orang lain”. Apabila pencangkokan mata, ginjal atau jantung dari
donor yang telah meninggal atau tipe 3, secara yuridis dan klinis, maka Islam
membolehkan dengan syarat :
a)
Resipien
(penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya setelah
menmpuh berbagai upaya pengobatan yang lama
b)
Pencangkokan
tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
c)
Telah
disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk
memperjual-belikan.
B. Determination of clinical
death (perkiraan
kematian klinis)
Masalah
etik yang sering terjadi adalah penentuan meninggalnya seseorang secara klinis.
Banyak kontroversi cirri-ciri dalam menentukan mati klinis. Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatan organorgan klien yang dianggap sudah meninggal secra klinis.
Menurut rosdahl (1999), criteria kematian klinis (brain death) di beberapa Negara Amerika
ditentukan sebagai berikut :
1.
Penghentian
nafas setlah berhentinya pernafasan artifisalselama 3 menit
(inspirasi-ekspiorsai)
2.
Berhentinya
denyut jantung tanpa stikulus eksternal
3.
Tidak
ada respon verbal dan non verbal terhadap sti,ulus eksternal
4.
Hilangnya
refleks-refleks (cephalic reflexes)
5.
Pupil
dilatasi
6.
Hilangnya
fungsi seluruh otak yang bisa dibuktikan dengan EEG
C.
Quality of Life (kualitas
dalam kehidupan)
Masalah
kulitas kehidupan sering kali menjadi masalah etik. Hal ini mendasari tim
kesehatan untuk mengambil keputusan etis. Apakah seorang klien harus
mendapatkan intervensi atau tidak.
Sebagai
contoh bagaiamana bila di suatu tempat tidak ada donor yang bersedia dan tidak
ada tenaga ahli yang dapat memberikan tindakan tertentu?. Siapa yang berhak
memutuskan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami koma. Siapa boleh
memutuskan untuk menghentikan resusitasi?. Beberapa hal berikut dapat dijadikan
pertimbngan misalnya apabila klien sudah mampu untuk bekerja, apabila klien
sudah berfungsi secra fisik, berdasarkan usia, berdasarkan manfaat terhadap
masyarakat, berdasarkan kepuasaan atau kegembiraan klien, kemaampuan untuk
menolong dirinya sendiri, pendapat keluarga klien terdekat atau penaggung jawab
klien.
Contoh
kasus apakah klien TBC tetap klita Bantu untuk minum obat padahal ia masih mampu
untuk bekerja?, kalau ada dua klien bersamaan yang membutuhkan satu alat siapa
yang didahulukan ?, Apabila banyak klien lain membutuhkan alat tetapi alat
tersebut sedang digunakan oleh klien orang kaya yang tidak ada harapan sembuh
apa yang harus dilakukan perawat?. Apabila klien kanker merasa gembira untuk
tidak meneruskan pengobatan bagaiaman sikap perawat?. Bila klien harus segera
amputasi tetapi klien tidak sadar siapakah yang harus memutuskan?.
D.
Ethical issues in treatment (isu
masalah etik dalam tindakan keperawatan)
Apabila ada
tindakan yang membutuhkan biaya besar apakah tindakan tersebut tetap dilakukan
meskipun klien tersebut tidak mampu dan tidak mau ?, apabila tim kesehatan yang
memutuskan maka hal ini dikenal dengan mencari keuntungan atau berbuat
kerusakan (Beneficience). Apabila klien yang memutuskan
maka hal ini mungkin termasuk hak otonomi klien (autonomy), dapatkah klien menolak sesuatu.
Masalah-masalah etik yang sering muncul seperti :
1. Klien menolak pengobatan atau
tindakan yang direkomendasikan (refusal of treatment) misalnya menolak fototerapi, menolak operasi, menolak NGT, menolak
dipasang kateter.
2. Klien menghentikan pengobatan
yang sedang berlangsung (withdrawl of treatment) misalnya DO berobat pada TBC, DO kemoterapi pada kanker.
3.
Witholding treatment misalnya menunda pengobatan karena tidak akada donor atau keluarga
menolak misalnya transplantasi ginjal atau cangkok jantung.
E. Euthanasia (masalah mengakhiri kehidupan dengan maksud
menolong)
Euthanasia sering
disebut dengan “Mercy
Killing” yang diartikan sebagai
sutu cara mengambil kehidupan klien untuk menghentikan penderitaan yang
dihadapi klien tersebut. Hal ini dapat pula diartikan sebagai proses
pengunduran diri atau menghentikan intervensi tertentu dalan keadan kritis
dengan maksud untuk mengurangi penderitaan klien. Terminology lain yang
digunakan adalah “assited suicide” dimana pandangan hokum di negara barat
terhadap kasus ini berbedabeda.
Di Indonesia euthanasia
killing mutlak tidak diperbolehkan dengan alas an apapun. Sebenaranya dalam
pandangan etika normatif, kelahiran, kematian, jodoh, rezeki adalah
ketetapan Allah. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat Al-Baqarah (2) : 28 “Mengapa
kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu tadinya benda mati, lalu Allah menghidupkanmu,
kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, selanjutnya kepada-Nya lah
kamu dikembalikan”
As-Sajdah (32) : 9 “Lalu disempurnakan-Nya kejadiannya,
ditiupkan-Nya ruh ciptaan-Nya kepada tubuh dan dilengkapi-Nya
kamu dengan pendengaran, penglihatan dan pemikiran. Namun sedikit sekali kamu
yang bersyukur”
Dalam pandangan etika normative, Masalah kematian dan hidup manusia telah diprogram oleh Allah.
Manusia asalnya segumpal darah kemudian berubah sebagai janin hidup dalam
kandungan ibu sampai mencapai waktu lahir (36/37 minggu). Kemudian Allah
menetapkan kelahirannya. Selanjutnya dipelihara dan dibesarkan (diberi rizki)
oleh Allah, ditetapkan jodohnya menjadi orang tua menuju kematian. Melakukan
bunuh diri atau mengakhiri hidup di luar ketentuan Allah adalah dosa besar yang
bertentangan dengan etika formal dan etika normatif.
F. Masalah etik secara umum
Menurut Taylor (1997),
masalah etik yang sering terjadi secara umum dapat dibagai menjadi tiga kelompok
1. Masalah etik perawat-klien (nurses and clients)
Paternalism
(masalah budaya paternal)
Masalah etik perawat klien sering terjadi
karena faktor paternalism. Misalnya pada saat klien harus diisolasi atau
dilakukan restrain terjadi konflik karena klien lansia menolak untuk didampingi
perawat. padahal keluarnya klien dari kamar dianggap mengancam jiwa dan dan keselamatan
fisiknya. Tetapi dalam hal ini perawat menganggap penghormatan kepada klien sebagai
orang tua adalah lebih utama terutama dalam budaya paternalistik.
Deception
(membohongi klien)
Misalnya pada saat klien post op bertanya
kepada siwa tentang siapa yang akan memberikan injeksi intramuscular penghilang
sakit, maka siswa menjadi cemas karena hal ini pertama kali ia lakukan. Tetapi
perawat mengatakan bahwa siswa tersebut sering melakukan injeksi pada klien
post op.
Confidentiality
(masalah kepercayaan klien)
Klien menangis dan menyatakan bahwa ia sudah
tidak punya uang untuk membayar pengobatan karena ia masuk RS dibawa polisi,
apabila perawat percaya dan menolong klien untuk membebaskan dari biaya
pengobatan apakah ini sesuai dengan kaidah etik?, kalau perawat membiarkan
tidak menolong apapakah sesuai dengan kaidah etik ?
Allocation
of Scarce Nursing resources (masalah
membagi perhatian perawat).
Saat dinas malam jam 13.00 perawat sedang
sibuk memasang infus klien dehidrasi berat dan memberikan injeksi Sulfas atropine tiap 15 menit kepada klien keracunan
pestisida. Saat bersamaan datang klien Ca mammae kesakitan dank lien serangan
jantung kepada klien manakah tenaga dan pikiran perawat di fokuskan?
Informed
Consent (masalah pemberian
informasi pada klien)
Seorang dokter res diden menganjurkan perawat
untuk segera menyuntikan analgetik pada pada spinal klien karena klien sangat
kesakitan, sementara dokter tersebut sedang sibuk melakukan punksi pada tulang
belakang klien, apakah perawat akan melakukan ini tanpa memberikan informed
consent terlebih dahulu ?
Conflicts
betweent the client’s and nurses’s interest (Masalah konflik klien dan tata nilai perawat)
Saat perawat melakukan test HIV AIDs pada
klien, perawat menolak karena ia sedang hamil dan takut bayinya tertular HIV
AIDS.
2.
Masalah
etik perawat-dokter (nurses and
physicians)
Disagreement
about proposed medical regiment (Tidak
setuju dengan pengobatan yang dilaksanakan dokter)
Dalam pengalaman klien bahwa obat penicillin
yang diresepkean dokter seringkali menimbulkan alergi pada sebagaian besar
klien, saat dokter memebrikan terapi yang sama maka perawat menolak memberikan
karena biasanya klien akan komplain kepada perawat.
(The
nurse Role conflicts)
Konflik masalah peran dan fungsi perawat Dibalai
pengobatan perawat biasa melakukan sirkumsisi, operasi kecil dan pemberian cairan
infuse, padahal menurut undang-undang kesehatan dokter memklaim bahwa tibdakan
tersebut hanya boleh dilakukan oleh dokter. Padahal dokter jarng ada di tempat
saat terapi harus diberikan.
Physician
incompetence (Dokter yang
tidak kompeten)
Dalam suatu Rumah Sakit ditempatkan seprang
dokter yang belum mahir mengambil darah dan memasang infus, hal ini menyebabkab
ketidaknyamanan pada klien. Dalam kasus lain dokter bedah baru menyebabkan
lambanya proses operasi sehingga klien mengajukan komplain kepada perawat.
3. Perawat dengan institusi dan kebijakan public
(nurses and institusional, public policy) short
staffing (terbatasnya tenaga
perawat)
Terbatasnya tenaga perawat di puskesmas
pembantu atau di wilayah terpencil menyebabkan perawat melakukan semua aktivitas
sendirian, mulai dari anamnesa, diagnosa, pengobatan, perawatan, rehabilitasi
sampai penyuluhan.
healthcare
rationing (rasio tenaga keshatan)
Terbatasnya tenaga kesehatan menyebabkan
ternbatasnya pelayanan perawat kepada masyarakat daerha terpencil, terutama
bila terjadi wabah atau bencana alam, di sisi lain peran perawat untuk menjamin
kesehatan masyarakat harus dilaksanakan secra optimal.
4. Masalah etik perawat dengan komisi etik (nuses and Ethics Committees)
Fungsi komisi etik adalah untuk pendidikan,
membuat keputusan, melakukan peninjauan kasus, dan sebagai konsultasi atau
rujukan akhir. Komisi ini sangat penrting sebab beranggotakan para ahli dari
berbagai disiplin ilmu dan ahli di bidangnya masingmasing. mereka memilki
kemampuan untuk berdiskusi dan melakukan sharing. Banyak peran perawat sebagai
client advocate bersuara secra unik dalam forum ini dengan maksud untuk membela
kepentingan klien.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tanggung
jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini
menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati,
teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa
perawat bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang
relevan dengan disiplin ilmunya. tanggung jawab maka perawat diberikan ketentuan
hukum dengan maksud agar pelayanan perawatannya tetap sesuai standar. Misalnya hukum
mengatur apabila perawat melakukan kegiatan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan
pungutan liar dsb. Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman
(punishment) secara hukum kalau perawat
terbukti bersalah atau melanggar hukum.
Perawat
dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakannya khususnya selama melaksanakan
tugas di rumah sakit, puskesmas, panti, klinik atau masyarakat. Meskipun tidak dalam
rangka tugas atau tidak sedang meklaksanakan dinas, perawat dituntut untuk
bertangung jawab dalam tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat
memiliki peran dan fungsi yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan
sumpah perawat bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya.
Perawat
hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia
menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan profesinya. Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan
atau tindakan yang dilakukannya.
Dalam
setiap tatanan, perawat professional harus mempunyai 6 tanggung jawab yang
harus dilaksanakan (Chitty, 1997). Keenam tanggung jawab tersebut meliputi
praktek keperawatan, peningkatan kualitas, riset, pendidikan (kompetensi),
manajemen dan change agent. Setiap tanggung jawab tersebut mempunyai bobot yang
sama untuk dikerjakan, tergantung jabatan yang diemban, misalnya sebagai staf
perawat mempunyai tanggung jawab utama dalam lingkup pemberian asuhan
keperawatan dan peningkatan kualitas. Mereka juga mempunyai tanggung jawab
lainnya, misalnya memberikan masukan kepada manajer, terlibat dalam penelitian,
desiminasi dan aplikasi hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara kozier, 1983, Fundamental of nursing
Bertens, 1993, Etika
Lucie Young Kelly, 1981, Dimension of professional Nursing, fourth edition, Macmillan
publishing London
Caroline Bunker Rosdahal, 1999, Text Book of Basic Nursing, Lippincot, Philadelphia, Newyork, Baltimore
Cholil Uman, 1994, Agama menjawab tentang berbagai masalah
Abad modern, Ampel
Suci Surabaya
Taylor, Lilis, LeMone, 1997, fundamental of nursing the Art and
Sciences of Nursing care,
Lippincott Philadelphia Newyork
Tidak ada komentar:
Posting Komentar